REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) melakukan rapat pleno untuk membahas perkembangan kondisi keumatan dan kebangsaan terkini pada Rabu (9/11) di Gedung MUI. Rapat pleno tersebut digelar karena kasus dugaan penistaan agama dan Alquran merupakan masalah serius dan telah meresahkan kehidupan berbangsa.
Ketua Dewan Pertimbangan MUI, Din Syamsuddin mengatakan, rapat pleno biasanya dilakukan di akhir bulan. Namun, sehubungan dengan perkembangan situasi dan kondisi kehidupan nasional saat ini, maka rapat pleno dimajukan. Sebab, apa yang sedang terjadi saat ini bukanlah masalah kecil. Maka jangan ada yang mengecilkannya.
"Masalah besar, serius karena bisa mengganggu dan menggoyahkan sendi-sendi kehidupan nasional kita di negara yang berdasarkan bhineka tunggal ika," kata Din saat membuka rapat pleno di Gedung MUI, Rabu (9/11).
Ia menerangkan, Dewan Pertimbangan MUI akan membahas terkait dengan ujaran kebencian yang ditampilkan Gubernur DKI Jakarta. Kemudian, menimbulkan reaksi-reaksi dari rakyat dan umat. Hal tersebut juga telah menyulut suasana sehingga terjadi aksi damai 4 November. Aksi tersebut juga telah berlangsung aman dan damai serta mendapat banyak apresiasi.
Dikatakan dia, maka Dewan Pertimbangan MUI bersama Dewan Pimpinan MUI perlu untuk menyampaikan sikap dan pandangannya. Padahal sebenarnya Dewan Pimpinan MUI sebagai lembaga eksekutif di lingkungan MUI sudah mengeluarkan pendapat dan sikap keagamaan pada 11 Oktober lalu yang sangat jelas dan tegas.
"Namun justru sikap pendapat keagamaan tersebut mendapat reaksi yang tidak semestinya dari kalangan tertentu, termasuk gerakan petisi untuk membubarkan MUI," ujarnya.