Ahad 06 Nov 2016 11:48 WIB

Usai Demo 4 November, Pengguna Medsos Diminta tak Jadi Provokator

Rep: Amri Amrullah/ Red: Damanhuri Zuhri
Media sosial
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Media sosial

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Demo besar-besaran 4 November Jumat lalu telah selesai, berbagai catatan menjadi pengingat semua pihak, agar menepati apa yang telah disepakati. Karena itu berbagai pihak diminta untuk tetap menjaga kesepakatan tersebut dan tidak menjadi provokator, terutama bagi pengguna media sosial (medsos).

Pengamat ICT, Heru Sutadi mengatakan hampir separuh penduduk Indonesia sekarang sudah melek internet, yang mereka semua terhubung ke medsos. Jadi memang akan memengaruhi bagaimana proses persuasi atau propaganda untuk merusak apa yang telah menjadi kesepakatan.

"Dikhawatirkan mereka yang menyampaikan pesan negatif menjadi kampanye hitam untuk pendukung pilkada, apalagi menyangkut isu SARA. Karena itu pemerintah harus tegas bukan hanya memblokir situs SARA, tapi juga medsos yang menggunakan buzzer untuk isu SARA dan kebencian," kata dia kepada Republika.co.id, Ahad (6/11).

Di sisi lain, ia berharap pemerintah juga harus adil saat memblokir 11 situs yang dianggap provokatif karena anti Ahok. Tapi di sisi lain pemertintah membiarkan situs-situs lain yang juga dianggap memprovokasi, tapi tidak diblokir karena pro Ahok.

Menurutnya, kalau pemerintah mau menenangkan suasana setelah demo 4 November Jumat lalu, jangan takut memblok akun-akun yang masih saja memprovokasi atau menyampaikan hal negatif terkait mereka yang pro atau anti Ahok. "Medsos lebih mengerikan, karena ini sudah permainan buzzer semua," terangnya.

Dan ia menganggap sebenarnya kalau terkait paslon Pilkada, ada akun medsos yang resmi yang dilaporkan ke KPUD. Dan akun medsos yang masih menyebarkan informasi fitnah dan negatif kepada siapapun, baik yang pro atau anti Ahok bisa diblokir semua. "Jadi sebenarnya pola-pola itu bisa dilihat dan dilakukan," kata dia.

Bahkan, kata dia, kalau pemerintah serius, bisa ditelurusi siapa yang menyebarkan informasi kebencian dan penghinaan itu. Semua ini, menurutnya perlu dilakukan agar kesepakatan bersama elemen masyarakat atau pendemo dan pemerintah bisa dijaga, jangan sampai dirusak dengan informasi medsos yang tidak benar dan memprovokasi.

Amri Amrullah

JAKARTA -- Demo besar-besaran 4 November Jumat lalu telah selesai, berbagai catatan menjadi pengingat semua pihak, agar menepati apa yang telah disepakati. Karena itu berbagai pihak diminta untuk tetap menjaga kesepakatan tersebut dan tidak menjadi provokator, terutama bagi pengguna media sosial (medsos).

Pengamat ICT, Heru Sutadi mengatakan hampir separuh penduduk Indonesia sekarang sudah melek internet, yang mereka semua terhubung ke medsos. Jadi memang akan memengaruhi bagaimana proses persuasi atau propaganda untuk merusak apa yang telah menjadi kesepakatan.

"Dikhawatirkan mereka yang menyampaikan pesan negatif menjadi kampanye hitam untuk pendukung pilkada, apalagi menyangkut isu SARA. Karena itu pemerintah harus tegas bukan hanya memblokir situs SARA, tapi juga medsos yang menggunakan buzzer untuk isu SARA dan kebencian," kata dia kepada Republika.co.id, Ahad (6/11).

Di sisi lain, ia berharap pemerintah juga harus adil saat memblokir 11 situs yang dianggap provokatif karena anti Ahok. Tapi di sisi lain pemertintah membiarkan situs-situs lain yang juga dianggap memprovokasi, tapi tidak diblokir karena pro Ahok.

Menurutnya, kalau pemerintah mau menenangkan suasana setelah demo 4 November Jumat lalu, jangan takut memblok akun-akun yang masih saja memprovokasi atau menyampaikan hal negatif terkait mereka yang pro atau anti Ahok. "Medsos lebih mengerikan, karena ini sudah permainan buzzer semua," terangnya.

Dan ia menganggap sebenarnya kalau terkait paslon Pilkada, ada akun medsos yang resmi yang dilaporkan ke KPUD. Dan akun medsos yang masih menyebarkan informasi fitnah dan negatif kepada siapapun, baik yang pro atau anti Ahok bisa diblokir semua. "Jadi sebenarnya pola-pola itu bisa dilihat dan dilakukan," kata dia.

Bahkan, kata dia, kalau pemerintah serius, bisa ditelurusi siapa yang menyebarkan informasi kebencian dan penghinaan itu. Semua ini, menurutnya perlu dilakukan agar kesepakatan bersama elemen masyarakat atau pendemo dan pemerintah bisa dijaga, jangan sampai dirusak dengan informasi medsos yang tidak benar dan memprovokasi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement