REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) menginstruksikan agar gelar perkara kasus dugaan penistaan agama yang dilakukan oleh Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok dilakukan secara terbuka. Menurut pengamat hukum pidana Asep Iwan Iriawan, meskipun instruksi ini menyalahi KUHAP, namun hal ini dilakukan sebagai bentuk transparansi dalam penanganan kasus dugaan penistaan agama.
"Dijelaskan Kapolri jelas tegas tuntas. Pemeriksaan ini tidak wajar, namun ada pengecualian dan juga untuk transparansi. Penyelidikan tertutup, tapi ada eksepsi karena jangan sampai nanti Kapori dituduh ada apa-apa, makanya terbuka," jelas Asep yang juga mantan hakim ini, Ahad (6/11).
Kendati demikian, sambung dia, masyarakat juga harus siap menerima apapun hasil dari gelar perkara yang telah dilakukan secara terbuka tersebut. Masyarakat, kata Asep, juga harus tunduk pada hukum yang berlaku sehingga tidak dapat memaksakan kehendak.
"Nanti kalau sudah terbuka walaupun menyimpang dari KUHAP, nanti harus diterima keputusannya. Jangan sampai nanti ada pihak-pihak yang merasa benar. Nanti kalau disaksikan terbuka inilah gelar perkara demi transparansi, nah itulah harus tunduk pada konstitusi," ujarnya.
Proses hukum terhadap Ahok harus dihormati oleh seluruh masyarakat. Masyarakat pun, tambah dia, perlu mengapresiasi sikap pemerintah dan kepolisian yang akan menggelar perkara kasus dugaan penistaan agama ini secara transparan.
"Apakah pernyataan Ahok melawan hukum atau tidak, itu proses yang harus dihormati. Terbuka itu ada di ruang sidang. Perkara ini kalau tidak dibuka disangka tuduhan yang enggak-enggak," tambah Asep.
Menurut dia, kepolisian harus fokus dalam mengusut perkara ini dengan membuktikan apakah perbuatan Ahok tersebut melawan hukum atau tidak. Seperti diketahui, menurut Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian, Jokowi meminta agar penanganan kasus yang dilakukan oleh Ahok dilakukan dengan cepat dan transparan serta dibuka kepada publik.
"Presiden memerintahkan agar gelar perkara dibuka saja kepada media, buka saja kepada publik," kata Tito, Sabtu malam (5/11).