REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Calon gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengapresiasi pelaksanaan aksi damai ratusan ribu masyarakat dari berbagai organisasi kemasyarakatan (ormas) Islam yang berlangsung tertib, meski kemudian dikacaukan ulah pihak tidak bertanggung jawab. Aksi 4 November (4/11) yang 'memutihkan' kawasan Masjid Istiqlal, Jalan Merdeka Barat, Jalan Merdeka Selatan, Patung Arjuna Wijaya, Balai Kota, Monumen Nasional dan Istana Merdeka itu, menunjukkan itikad damai dan murni untuk penyampaian pendapat.
"Malah saya mengapresiasi kerapihan, ketertiban, dan kedisiplinan dalam pelaksanaan unjuk rasa kemarin (4/11). Mengelola jumlah massa sebanyak itu tidak mudah," kata Anies di sela-sela kegiatan kampanye di Cipete, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Sabtu sore (5/11).
Anies yang pernah menjadi demonstran semasa kuliah di Yogya, mengungkapkan pengalaman dan kerumitannya mengelola aksi unjuk rasa yang diikuti sekitar 13 ribu orang. Karenanya, dia berterima kasih atas kinerja aparat keamanan yang menjadikan suasana unjuk rasa menjadi nyaman dan aman, tanpa ketegangan dan tindakan semena-mena.
Jika kemudian unjuk rasa berakhir ricuh pada malam harinya, Anies menyebut, itu disebabkan ulah kelompok yang berbeda prinsip dengan pengunjuk rasa pagi hingga sore hari. "Dilihat dari pakaiannya saja berbeda dengan yang berunjuk rasa sejak sore, saya berharap aparat segera mengungkap siapa para pelaku ini," kata dia.
Polisi telah menangkap 10 orang yang dianggap sebagai provokator kerusuhan di depan Istana Merdeka dan 15 orang penjarah minimarket di kawasan Penjaringan, Jakarta Utara. Saat ini pemeriksaan terhadap 25 orang masih berlangsung dan status hukum mereka akan ditetapkan dalam 1 x 24 jam sejak penangkapan pada Jumat malam.
Unjuk rasa yang semula berlangsung tertib, menjadi ricuh mulai pukul 19.00 WIB karena massa menolak dibubarkan oleh petugas selepas Isya. Aparat kepolisian menembakkan gas air mata untuk memaksa pengunjuk rasa bubar dan kembali ke rumah masing-masing, namun justru direspons massa dengan pelemparan batu dan kayu serta pembakaran kendaraan petugas.
Aksi damai ini bertujuan untuk menuntut percepatan proses hukum atas dugaan penistaan agama yang dilakukan Gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki Tjahaja Purnama.