Sabtu 05 Nov 2016 01:20 WIB

Para Milenial yang Turun ke Jalan

Rep: Fitriyan Zamzami/ Red: Ani Nursalikah
Sejumlah massa membaca ayat suci Al Quran sebelum melaksanakan Shalat Jumat saat aksi di Bundaran Patung Kuda, Jakarta, Jumat (4/11)
Foto:

Sedangkan Fadlan Hilmie, lulusan Fakultas Sastra Universitas Indonesia angkatan 2007 punya alasan lebih dalam dibanding rekan-rekannya untuk bergerak kemarin. Wajar saja, ia adalah warga asli Cakung, Jakarta Timur. Ia mengambil rehat dari pekerjaan sebagai guru bahasa di salah satu madrasah di Cakung, kemarin.

“Jadi unjuk rasa ini adalah akumulasi. Orang-orang sudah marah dengan kesewenang-wenangan Ahok (Gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki Tjahaja Purnama),” kata dia. Yang ia maksudkan adalah rerupa penggusuran yang dilakukan Pemprov DKI sejak Ahok naik tampuk. “Itu di Bukit Duri masalah hukumnya saja belum selesai,” ia berkata menambahkan di dalam kereta listrik ke Jakarta yang sesak dengan para peserta unjuk rasa.

Selain itu sebagai bagian generasi Muslim teranyar, ia juga menyimpan kekecewaan terhadap ormas Islam arus utama yang menurutnya terlampau dekat dengan pemerintah. “Saya mahzabnya Syafiiyah-Asyairiyah. Shalat shubuhnya juga pakai kunut. Tapi enggak setuju dengan mereka,” kata dia.

Keputusasaan atas keberpihakan pemerintah dan ormas Islam arus utama itu mendorongnya ambil bagian dalam unjuk rasa kemarin. “Kalau terlalu dekat begitu pasti geraknya juga terbatas,” ujar Endang menimpali.

Dari jauh, tampilan kelompok milenial tersebut tampak janggal dibandingkan rombongan lainnya. Hanya Fahmi yang berkopiah, itu pun dengan kaca mata hitam yang tak lepas. Sisanya bercelana jins dengan kemeja dan jaket. “Ini artinya jangan kami digeneraliasi. Jangan karena ikut ini kita dibilang pendukung politik tertentu,” kata Firdaus Designerindy, sarjana perminyakan Institut Teknologi Bandung. Mahasiswa angkatan 2010 tersebut saat ini bekerja untuk salah satu proyek badan migas pemerintah.

Mereka menolak dengan keras bila hanya karena ikut unjuk rasa kemarin kemudian dicap rasial atau membenci agama lain. Kepada Republika.co.id, mereka menuturkan bukan pula tak suka dengan pemerintah nasional saat ini.

Satu hal yang jadi kesepakatan mereka, aksi unjuk rasa kemarin harus jadi sejenis monumen menyatukan umat Islam. Untuk melakukan hal-hal baik di masa datang dengan kekuatan ukhuwah yang dipamerkan kemarin. Bukan jadi kekuatan perusak.

Kelompok tersebut pada akhirnya keluar dari kereta listrik di Stasiun Manggarai. Kereta yang mereka naiki memang bukan tujuan Juanda, stasiun terdekat dari Masjid Istiqlal, tempat berkumpul massa. Dari Manggarai, mereka berencana ke Istiqlal dengan moda transportasi khas milenial kelas menengah. “Mau naik Grab Car aja ke Istiqlalnya,” kata Endang.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement