REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyarankan sebaiknya pemerintah, khususnya Presiden Republik Indonesia Joko Widodo agar bisa imparsial. Jokowi harus membuktikan bahwa dugaan publik tentang adanya intervensi kasus dugaan penistaan agama yang dilakukan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) tidak benar adanya.
"Bahwa Presiden Jokowi tidak dalam posisi membela Ahok seperti yang berkembang dugaan yang berkembang di publik agar tuntutan publik betul-betul terukur. Kami tentu berharap agar dugaan tersebut tidak benar adanya," kata Komisioner Komnas HAM Maneger Nasution, Kamis (3/11).
Komnas HAM akan melakukan pemantauan tidak hanya pada 4 November tapi juga setelah aksi tersebut. Meneger pun mengimbau masyarakat mewaspadai provokasi dari pihak yang ingin mencederai maksud luhur penyampaian pendapat.
Demonstrasi merupakan hal yang wajar dalam negara demokrasi dan negara yang menjunjung tinggi Hukum dan Hak Asasi Manusia. Demonstrasi merupakan salah satu instrumen demokrasi dalam menyampaikan pendapat (ekspresi) baik pikiran dan perkataan adalah hak elementer dalam HAM.
Demonstrasi itu, kata dia, merupakan salah satu sarana untuk memperjuangkan keadilan hukum di tengah rendahnya kejujuran dalam sistem peradilan pidana Indonesia. Demonstrasi tersebut juga muncul lantaran adanya dugaan publik ada kekebalan hukum sehingga terjadi pelambatan proses hukum terhadap Ahok.
"Untuk yang ini Kepolisian yang sejatinya menjelaskan ke publik. Kami berharap ini tidak benar adanya," kata Maneger.
Penyampaian aspirasi dalam aksi tersebut hendaknya berjalan damai sesuai hukum dan HAM. Komnas HAM ingin memastikan bahwa ehadiran negara khususnya kepolisian dan kemungkinan perbantuan kesatuan lainnya untuk menjamin keamanan dan ketertiban selama penyampaian pendapat berlangsung.
Selain itu, Komnas HAM juga hendak memastikan tidak ada pelarangan orang boleh berpindah dari satu tempat ke tempat lain, serta tidak ada pelarangan orang penyampaian pendapat. Komnas HAM juga akan melakukan pengawasan sesuai UU 40 Tahun 2008 tentang penghapusan diskriminatif RAS dan etnis.