REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Institut Teknologi Bandung (ITB) kembali menggelar pertemuan ilmiah rutin dua tahunan, International Conference on Mathematics and Natural Sciences (ICMNS). Tokoh yang dihadirkan dalam pertemuan yang mempertemukan para ahli di berbagai bidang tersebut, salah satunya adalah pemenang hadiah nobel fisika 1999, Prof Gerard t Hooft, Selasa (1/11), di Gedung CRCS ITB.
Hooft, akan bercerita tentang perjuangannya memperoleh nobel fisika. Serta, memberikan motivasi pada semua mahasiswa ITB yang mengikuti kuliahnya dengan tema 'Challenges In Physics Research and Education'.
Menurut Hooft, dalam kuliahnya nanti, Ia ingin memotivasi semua mahasiswa yang memiliki ketertarikan pada fisika dan penelitian. Yakni, untuk menjadi ilmuan, yang harus dimiliki semua orang adalah motivasi tinggi. "Jadi, tak ada alasan kita tinggal di negara berkembang lalu tak bisa menjadi peneliti kelas dunia," ujar Hooft kepada wartawan, Senin (31/11).
Hooft mengatakan, semua orang memiliki kesempatan yang sama untuk bisa sukses menjadi seorang peneliti. Namun, selain motivasi dari sendiri yang kuat, agar bisa menjadi ilmuan yang sukses memerlukan dukungan dari keluarga. "Peran keluarga, memang sangat besar, apalagi keluarga saya ada yang menjadi peneliti dan memperoleh nobel juga," katanya.
Menurut Hooft, adik kakeknya dan pamannya menjadi ilmuan juga. Bahkan, sama seperti dirinya, keduanya pernah memperoleh nobel di bidangnya masing-masing. Jadi, memang dibutuhkan contoh, dalam keluarga yang bisa menginspirasi. "Untuk menjadi peneliti sukses, kita harus mau belajar banyak tentang dasar penelitian sebalum punya teori sendiri," katanya.
Hooft menyarankan, pada semua calon ilmuan jika ingin sukses harus fokus pada progres penelitiannya dari pada mengejar nobel. "Jadi nobel, jangan jadi target tapi terus belajar untuk menambah pengetahuan kita," katanya.
Untuk membantu peneliti yang tertarik pada fisika, kata Hooft, Ia menggratiskan buku hasil penemuannya pada semua orang yang ingin mendownload. Ia ingin, pengetahuan bisa diakses gratis oleh semua orang. "Saya harap buku saya bisa bermanfaat untuk semua peneliti," katanya.
Upaya lain yang dilakukannya untuk membantu peneliti, kata dia, adalah dengan membuka komunikasi. Peneliti manapun, bisa mengakses personal website-nya. "Saya menyediakan satu web, jadi yang tak bisa belajar formal bisa belajar fisika teori di web site saya," katanya.
Sementara peneliti Theoritical High Energy Physics dari Fakultas Matematika dan IPA (MIPA) ITB, Freddy P Zen, Gerrad T Hooft akan dalam kuliahnya akan bercerita tentang bagaimana Ia mendapatkan nobel. Jadi, memberikan motivasi pada semua masyarakat Indonesia bagaimana pengalaman dan kerja kerasnya mendapatkan nobel tersebut.
"Gerard ini, top ranking fisikawan dunia. Bahkan, banyak gelarnya," katanya.
Menurut Freddy, Gerard adalah seorang profesor fisika teoritik di Utrecht University Belanda. Ia, pernah mendapat hadiah nobel fisika pada 1999 dengan pembimbingnya Martinus J G Veltman. Penelitiannya, terkonsetrasi pada teori gauge, lubah hitam (black hole), gravitasi kuantuk dan aspek-aspek dasar mekanika kuantum.
"Kontribusinya untuk keilmuan fisika teoritik adalah dengan memberikan bukti bahwa teori gauge dapat direnormalisasi, regularisasi dimensional dan prinsip holografik," katanya.
Kunjungannya ke ITB, kata dia, dalam rangka memberikan pencerdasan pada masyarakat umum. Sekaligus, memberikan inspirasi pada pelajar di Indonesia untuk memajukan sains dan teknologi. Kuliah pertama, bertajuk 'Challenges in Physics and education' pada 1 November 2016 di Gedung CRCS ITB. Dalam sesi ini, akan ada telekonferensi dengan beberapa universitas di Indonesia.
Kemudian, kata dia, pada 2 November 2016 Gerard akan berkuliah dengan tema Standard Model and Beyond. Kuliah ketiga, pada 4 November di Sasana Budaya Ganesha dengan kuliah umum berjudul "Grand Public Lecturer".