REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Pengurusan berkas administrasi kewarganegaraan rupanya tak lepas dari risiko pungutan liar (pungli). Bahkan Plt Kepala Kantor Keimigrasian Kelas I Yogyakarta Kurnia Dwinastiti membenarkan adanya kerawanan pungli pada proses pembuatan paspor.
Sebab, permintaan terhadap layanan keimigrasian tersebut sangat tinggi. Sementara jumlah petugas sangat terbatas. "Rata-rata pemohon pembuatan paspor di sini 150 sampai 190 orang per hari. Padahal loket kami hanya ada empat," tutur Dwinastiti saat ditemui di kantor dinasnya, Jumat (28/10).
Namun demikian, pihak keimigrasian sudah melakukan sejumlah upaya untuk mengantisipasi pungli. Di antaranya dengan memberikan tanggung jawab pada setiap kepala seksi untuk mengawasi bawahan. Menurut Dwi, kepala seksi berkewajiban untuk melaporkan penemuan pungli kepadanya.
Selain itu, ruang pelayanan pun dikondisikan terbuka sehingga dapat dilihat oleh semua orang. Dengan begitu tindakan pungli dapat diminimalisir karena diawasi seluruh pemohon pembuat paspor. "Jadi kelihatan kalau ada yang mau minta pungli, karena ruangannya terbuka," kata Dwi.
Adapun biaya pembuatan paspor sendiri hanya Rp 350 ribu. Pengenaan biaya melebihi angka tersebut tentunya dikategorikan pungli, meskipun nilai penambahannya hanya sedikit. Di sisi lain, saat ini waktu pembuatan paspor telah distandarisasi, yakni hanya tiga hari.
Maka itu petugas tidak lagi bisa main-main untuk memungut pungli dengan alasan mempercepat masa pembuatan paspor. Meski demikian, hingga sekarang Dwi mengaku belum menerima laporan terkait pungli di kantornya. Oleh karena itu, masyarakat diminta untuk melapor jika menemukan tindakan terlarang tersebut.
Sementara itu, Kepala Kanwil Kemenkumhan, Pramono mengemukakan, pihaknya akan terus berupaya menegakkan hukum di lingkungan keimigrasian. "Kami akan tingkatkan pelayanan dan menyapu bersih pungli. Karena jelas-jelas tindakan tersebut dilarang," ujarnya.