Kamis 27 Oct 2016 21:09 WIB

Isu SARA Menyebar karena Media Sosial yang tidak Terkendali

Rep: Lintar Satria/ Red: Karta Raharja Ucu
Media sosial
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Media sosial

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Pengamat politik dari Interseksi Foundation, Hikmat Budiman mengatakan isu Suku, Agama, Ras dan Antar Golongan (SARA) disebabkan karena literasi digital yang rendah. Media sosial, menurut Hikmat, membuat persoalan privat dan publik menjadi tidak jelas.

"Kalau kasarnya otaknya udah diganti jempol, tahu maksud saya, tidak mikir ketika mengunggah status, kan tidak hanya menyebar di Indonesia tapi seluruh dunia, sehingga distingsi (perbedaan) antara privat dan publik sulit dipertahankan," kata Hikmat, Gedung Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Kamis, (27/10).

Karena itu, kata Hikmat, partai politik harus dewasa sepakat untuk menentukan mana kampanye yang boleh dilakukan mana yang tidak. Hikmat menjelaskan saat ini untuk membentuk wacana tidak hanya tokoh. Tapi semua orang bisa membuat wacana di media sosial.

"Pelakunya (yang menyebarkan isu SARA) bisa dari Probolinggo, Kalimantan, mau tidak mau kita harhs sangat kritis," katanya.

Karena semua orang memilik gadget isu di media sosial pun menjadi berkembang liar. Karena kebanyakan orang di internet tidak menulis dengan persiapan mental dan memperhitungkan reaksi atas tulisan mereka. Karena media sosial isu menjadi tumpah ruah dan tidak ada batasnya lagi.

"Sulit melihat batas antara pemilihan gubernur DKI atau presiden," katanya.

Saat ini beberapa kalangan mulai mempromosikan untuk meninggalkan gadget. Hikmat mendukung program Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang kembali mempromosikan permainan tradisional. Selain itu juga ada pertukaran residensi antar pelajar. Agar para siswa tahu ada dunia yang lebih luas dibandingkan dunia yang selama ini mereka tinggali.

"Yang dari Jawa keluar Jawa, yang dari Medan misalnya ke Minangkabau, agar tidak terkungkung di kempompong mereka, kalau tidak keluar dari kempompong tidak jadi kupu-kupu," katanya.

Hikmat mengatakan saat ini harapannya hanya generasi muda. Untuk mereka yang berumur 30 tahun harus dikorbankan. Karena generasi tersebutlah yang hari ini mengusai dunia maya. "Harus kita korbankan karena mereka yang jempolnya mengusai dunia maya," kata Hikmat.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement