REPUBLIKA.CO.ID, PURWOKERTO -- Untuk pertama kalinya, Kongres Bahasa Penginyongan digelar di Kabupaten Banyumas. Rencananya, kongres di yang diikuti perwakilan dari lima kabupaten yakni Banyumas, Purbalingga, Cilacap, Banjarnegara dan Kebumen dan utusan dari Kabupaten Tegal dan Brebes ini, akan berlangsung selama tiga hari, 25-27 Oktober 2016 di Baturraden. Pembukaan kongres digelar di pendopo Setda Kabupaten Banyumas, Selasa (25/10).
"Hasil kongres Bahasa Panginyongan ini, rencanakan akan kita bawa dalam Kongres Bahasa Jawa yang rencananya akan berlangsung di Yogyakarta," kata Budayawan Banyumas, Ahmad Tohari.
Dalam pembungkaan kongres, Kepala Balai Bahasa Jawa Tengah Pardi Suratno, menyatakan untuk meningkatkan penggunaan bahasa Jawa sebagai bahasa ibu, Bupati maupun Gubernur sebenarnya sudah mengeluarkan surat edaran mengenai penggunaan bahasa daerah pada hari-hari tertentu.
"Namun surat edaran tersebut ternyata tak cukup sakti untuk meningkatkan martabat bahasa daerah," kata dia.
Menurutnya, surat edaran bupati dan gubernur yang mewajibkan penggunaan bahasa daerah belum mampu memadahi pemartabatan bahasa ibu. Bukan hanya masalah surat edaran, Pardi juga menyebutkan, Kongres Bahasa Jawa yang sudah berlangsung sebanyak enam kali juga belum mampu membuat bahasa Jawa menjadi bahasa yang bermartabat.
Kondisi ini dinilai memprihatinkan, karena menurutnya, bahasa itu merupakan wadah kebudayaan. Apabila bahasa Jawa menghilang, maka budayanya juga akan turut lenyap. Demikian pula dengan Bahasa Penginyongan.
Untuk itu, dia berharap karakter Bahasa Penginyongan yang cablaka harus terus digali dan dipertahankan. Apabila bisa dikembangkan, bukan tidak mungkin bahasa Panginyongan ini bisa ikut andil memperbaiki situasi dan kondisi negara saat ini.
Terkait dengan perkembangan Bahasa Panginyongan ini, Ahmad Tohari menyatakan ada berbagai faktor yang menyebabkan bahasa Cablaka tersebut makin banyak ditinggalkan. ''Banyak orang menanggap Bahasa Panginyongan bahasa bagi kasta masyarakat terendah. Padahal anggapan ini sama sekali tidak benar,'' katanya.
Bahkan dia menyebutkan, bahasa Panginyongan merupakan bahasa Jawa yang memiliki banyak keunggulan. Selain usia penggunaan bahasa Panginyongan yang justru paling tua diantara bahasa Jawa lain, dalam bahasa Panginyongan juga tidak mengenal struktur bahasa berdasarkan kasta, seperti bahasa Jawa krama inggil yang digunakan bagi kalangan priyayi.
Tohari menyebutkan, adanya anggapan bahasa Panginyongan merupakan bahasa masyarakat Jawa pinggiran, menyebabkan upaya pengembangan bahasa ini juga terhambat. Seperti dalam pelajaran muatan lokal yang diajarkan di sekolah-sekolah, pelajaran Bahasa Jawa yang diajarkan justru mengacu pada gaya bahasa jawa wetanan.