REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Peneliti Senior Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan (PSKK) Universitas Gadjah Mada (UGM) Sukamdi mengungkapkan Indonesia menghadapi situasi bahaya besar dengan peningkatan jumlah penduduk lanjut usia. "Negara ini sebenarnya akan menghadapi persoalan besar, seperti yang sudah terjadi di Jepang," ujar Sukamdi di Kampus UGM, Sabtu (22/10).
Sejauh ini, Sukamdi belum melihat adanya kesadaran penuh terhadap persoalan besar mengenai penduduk lansia. "Saya melihat, Indonesia belum mempunyai respons yang cukup terhadap persoalan lansia," katanya.
Berdasarkan data PSSK UGM, penduduk Indonesia 2010-2035 menunjukkan persentase jumlah penduduk lansia akan meningkat hingga 100 persen pada 2035. Pada 2010, persentase jumlah lansia sebesar 4,9 persen atau sebanyak 11.878.236 jiwa dan angka itu diproyeksikan meningkat menjadi 10,8 persen atau sebanyak 32.112.361 jiwa pada tahun 2035.
Kelompok usia pascaproduktif atau lansia yang berumur lebih dari 65 tahun kini menjadi isu kependudukan yang penting karena bisa menjadi potensi atau beban dalam siklus kehidupan manusia secara keseluruhan. "Jika saat usia produktif seseorang mampu menabung maka saat dia menjadi lansia atau tidak lagi produktif, dalam sisi ekonomi, dia tidak menjadi beban bagi negara," katanya.
Sukamdi mengatakan saat menjadi tua atau lansia, orang akan berhadapan dengan sejumlah kesenjangan. Kesenjangan geografis tampak dengan semakin jarangnya pertemuan fisik antara orang tua dengan anak. Lantas, di usia senja, orang akan mengalami kesenjangan kultural. Ada perbedaan cara pandang dan nilai antara orang tua dengan anak.
Selain itu, ada pula kesenjangan ekonomi. Contoh kasusnya ada di Condong Catur, Yogyakarta. Beberapa waktu lalu ada seorang lansia yang meninggal, namun baru lima hari kemudian diketahui oleh keluarga dan tetangganya. "Ini adalah salah satu contoh saja karena sebenarnya sudah ada beberapa kasus serupa dan mulai menggejala," ungkap Sukamdi.