REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengaku tidak akan mencabut sikap tegasnya terhadap dugaan penistaan Alquran oleh Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok.
Ketua Komisi Dakwah dan Pengambangan Masyarakat MUI Pusat, M Cholil Nafis mengatakan di tengah serangan dan petisi pembubaran, MUI tak perlu dicabut karena sesuai dengan keyakinan agama dan dilindungi oleh undang-undang.
"MUI bukan lembaga negara juga bukan pengadilan. Konstitusi kita menjamin, siapapun berhak menyatakan sikap apalagi MUI yang ditunggu oleh masyarakat untuk menjelaskan paham keagamaan," kata dia kepada Republika.co.id, Kamis (20/10).
Bahkan, kata dia, individu yang mengeluarkan fatwa itu bebas dan berhak untuk menyatakan pendapat sesuai dengan keyakinannya asal tidak menistakan dan merendahkan agama dan orang lain. Fatwa atau sikap beragama itu hak seluruh anak bangsa dan kelompok masyarakat yang dilindungi oleh undang-undang di Indonesia. MUI hanya menjawab pertanyaan masyarakat yang menjadi kewenangan MUI.
"Jangan salah, sikap ini merupakan respon dan reaksi terhadap aksi yang dilakukan oleh Ahok dan masyarakat. Jadi, yang bikin gaduh ya Ahok yang diolah orang lain, sementara posisi MUI itu menenangkan dan meluruskan kerangka beragama dan berbangsa agar sesuai undang-undang dan taat hukum," ujarnya.
Karena itu, ia mengajak masyarakat untuk menunggu kerja aparat penegak hukum agar ada kepastian hukum, apakah ucapan Ahok itu menistakanan agama. Karena kepastian hukum ini penting untuk menjadi pembelajaran bagi anak bangsa di masa yang akan datang.