REPUBLIKA.CO.ID, MEDAN -- Wildlife Conservation Society (WCS) Indonesia Program melaksanakan kerja sama dengan pemerintah mengusut perdagangan satwa langka dilindungi melalui Internet.
"Memang kita akui perdagangan satwa melalui Internet semakin marak, namun WCS dengan BKSDA tetap menyelidiki kasus tersebut dan tidak pernah dibiarkan," kata Manajer Wildilife Trade Program WCS-Indonesia Program Dwi Adhiasto di Medan, Selasa (18/10).
Menurut dia, selama ini para pelaku penjualan satwa melalui internet sulit ditangkap karena biasanya mereka menggunakan kurir atau menggunakan jasa pengiriman dalam menjalankan bisnisnya.
"Selain itu, satwa yang diperjualbelikan itu, bukan hanya bentuk kulit, taring, gading dan bagian dalam binatang yang dilindungi itu, tetapi juga yang masih hidup," ujar Dwi.
Ia mengatakan, barang yang mereka jual itu, belum tentu dipajang di etalase toko, tapi biasanya mereka simpan di dalam gudang khusus seHingga sulit untuk digerebek atau disita petugas BKSDA.
Bahkan, para pembeli satwa tersebut juga mereka pantau dan mana tahu ada petugas yang melukan penyamaran untuk menangkap pelaku penjual binatang yang dilindungi itu.
Bahkan, untuk menyelidiki pelaku perdagangan satwa melalui "online" itu, petugas juga minta bantuan masyarakat dan informan. "Jadi memang tidak mudah membongkar jaringan penjual satwa melalui media sosial (Medsos) dan mereka saling menjaga kerahasian serta tetutup," katanya.
Dwi menambahkan, selama tahun 2016 ini, tercatat ada tiga pelaku penjual satwa menggunakan perangkat lunak itu, yang berhasil diringkus petugas dan mereka diproses hingga ke pengadilan.
Para pelaku yang tertangkap itu, menjual kulit harimau, taring harimau, kulit trenggeling dan jenis satwa lainnya yang dilindungi pemerintah. Petugas WCS dalam perdagangan satwa yang dilindungi itu hanya bersifat mengantisipasi agar benda-benda tersebut tidak dijual maupun diselundupkan ke luar negeri.
Sedangkan penyidik perdagangan satwa tersebut, tetap ditangani BKSDA dan mereka yang berwenang dalam kasus itu. Berdasarkan Undang-undang tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem menyatakan penjualan bagian-bagian tubuh dari satwa dilindungi secara ilegal bisa dikenakan penjara paling lama lima tahun dan denda Rp 50 juta hingga Rp 100 juta.
"Perdagangan satwa liar yang dilindungi menjadi ancaman serius bagi kelestarian satwa liar Indonesia," kata Dwi.