Selasa 18 Oct 2016 11:53 WIB

Sultan: Dialog Lintas Agama Solusi Perpecahan Bangsa

Sri Sultan Hamengkubuono X
Foto: Panca/Republika
Sri Sultan Hamengkubuono X

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sultan HB X mengingatkan, bahwa dialog lintas agama merupakan solusi bagi masalah dan ancaman perpecahan bangsa.

"Setiap perbedaan, bahkan konflik pun, solusinya adalah dialog yang tulus. bukan sikap yang sangar dengan menghunus pedang," kata Sultan saat memberikan sambutan pada acara "Interfaith and Intercultural Dialogue: Strengthening Solidarity, Friendship, and Cooperation through Interfaith and Intercultural Dialogue" di Ambarukmo Plaza, Yogyakarta, Selasa (18/10).

Sultan mengatakan, dialog tidak harus dimaknai kompromi iman, tetapi untuk mewujudkan empati antarumat agama. Iman seseorang, kata Sultan, haruslah kuat dulu agar dapat memulai dialog lintas-agama tanpa prasangka sebab dalam dialog, tabir dan benteng perbedaan mesti diubah menjadi jembatan untuk saling memahami dan menghormati.

Menurut Sultan, tradisi keagamaan yang berbeda-beda ibarat warna yang tidak terbatas jumlahnya. "Merah bukanlah kuning, sama halnya Hinduisme bukanlah Buddhisme. Namun pada perbatasannya orang tak tahu pasti, di mana merah berakhir, dan kuning dimulai. Justru di sinilah letak esensi keberagamaan kita. Karena itu, perbedaan tidak harus dikompromikan, hanya perlu diberi bingkai toleransi," ujar Sultan.

Dalam hal ini, lanjut Sultan, masyarakat Indonesia dapat meneladani Bung Karno dalam menengahi`konflik ideologis antara tokoh Boedi Oetomo dengan Syarikat Islam yang dipicu oleh tulisan di majalah Jawi Iswara yang dinilai sebagai penistaan agama. Demi persatuan-kesatuan, kata Sultan lagi, Bung Karno menawarkan Panitia Persiapan Pembentukan Kemerdekaan Indonesia (PPPKI).

Melalui forum itulah, situasi menjadi cair, hati yang membara pun padam karena Bung Karno berhasil mengalihkan isu penistaan agama menjadi cita-cita merdeka yang tidak akan tercapai kalau Bangsa Indonesia terpecah-belah.

Sementara itu, Staf Ahli Menteri Luar Negeri Bidang Kerja Sama Kelembagaan Salman Al Farisi mengatakan dialog antarkepercayaan sangat dibutuhkan dalam dunia yang semakin majemuk, beraneka warna, dan beragam kepentingan. "Memahami pihak lain hendaknya dimulai dengan memahami diri sendiri dalam konteks pluralitas. Dialog adalah berbagi empati," kata Salman.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement