REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi I DPR RI dari fraksi Partai Demokrat Syarief Hasan mengatakan kebijakan bebas visa harus lebih menyeleksi negara-negara yang dibebasvisakan oleh pemerintah Indonesia. Negara-negara yang dibebasvisakan itu harus memiliki income per kapita yang lebih tinggi dari Indonesia.
"Kebijakan bebas visa ini banyak menimbulkan masalah. Tapi tujuannya baik, untuk mendatangkan wisatawan. Tapi ternyata negara-negara yang dibebaskan visanya itu adalah negara-negara yang income per kapitanya di bawah jauh dari Indonesia. Rendah," ujarnya, Jumat (14/10).
Syarief juga mempertanyakan kebijakan tersebut dari sisi keamanannya. Unsur security dalam kebijakan itu tentu harus dapat dipertanggungjawabkan sehingga tidak merugikan pemerintah sendiri.
Selain itu, lanjut Syarief, aspek timbak balik pada negara yang dibebaskan visanya itu juga harus diperhatikan. Ia ingin agar negara yang dikenakan bebas visa itu juga memberikan kebijakan serupa kepada warga Indonesia.
"Artinya kalau kita ngasih bebas visa apakah negara itu juga ngasih bebas visa juga enggak ke kita. Jadi semua itu harus menjadi perhatian pemerintah," katanya.
Syarief mengungkapkan, jika kebijakan tersebut banyak terdapat sisi negatifnya, maka bukan berarti kebijakan bebas visa itu seharusnya dihapus dan dikembalikan ke kebijakan semula. Tapi, menurut dia, pemerintah mesti selektif dalam memilih negara yang dikenakan bebas visa.
"Kalau tujuannya untuk mendatangkan wisatawan, seharusnya ke negara-negara yang memiliki income per kapitanya lebih bagus dari Indonesia. Lalu pertumbuhannya dan kesejahteraan masyarakatnya harus lebih bagus dari kita," ujarnya lagi.
Alasan kebijakan tersebut sebaiknya tidak dihapus, karena masih banyak negara-negara yang memiliki income per kapita lebih baik dari Indonesia, seperti Jepang dan Amerika.
"Jepang sudah dimasukan, dan juga sudah ada timbal baliknya. Tingkat wisatawannya ke luar negeri juga tinggi sekali. Seharusnya ke negara yang seperti itu," tutur dia.
Syarief menyayangkan ada beberapa negara di Afrika yang dikenakan bebas visa. Padahal, beberapa negara di sana itu justru memiliki income per kapita yang berada di bawah Indonesia.
"Banyak itu di sana (Afrika) yang dikasih, seharusnya ini lebih selektif," ucapnya.