REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mengaku siap dipanggil Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Hal ini berkaitan dengan kasus dugaan korupsi pengadaan proyek kartu tanda penduduk berbasis elektronik (KTP-e) di Kementerian Dalam Negeri.
Nama Ganjar sebelumnya turut disebut Muhammad Nazaruddin sebagai pihak yang menerima aliran uang korupsi proyek KTP-e saat Ganjar menjabat sebagai pimpinan Komisi II DPR. "Kalau mau panggil enggak apa-apa, malah tak jelasin nanti," kata Ganjar saat menjadi pembicara Revolusi Mental di Kementerian Hukum dan HAM, Kuningan, Jakarta, Jumat (14/10).
Menurutnya, ia akan mengungkap segala yang diketahuinya terkait proses pengadaan proyek tersebut. Termasuk menjawab tudingan Nazaruddin soal keterlibatannya. "Dulu tho, o iya pernah dulu saya disebut, makanya saya bilang, siapa yang ngasi saya, malah tak bantu untuk bongkar, karena saya orang yang ngamuk betul soal itu," kata dia.
Sebelumnya, Nazaruddin sebagai saksi yang membongkar kasus tersebut menyebut sejumlah pihak terlibat selain dua tersangka yang telah ditetapkan KPK, yakni Irman dan Sugiharto selaku pejabat di Kemendagri.
Nama lain yang disebutnya adalah Ganjar Pranowo yang saat ini tengah menjabat Gubernur Jawa Tengah. Nazaruddin menyebut, Ganjar menerima aliran duit korupsi KTP-e ketika masih duduk di Komisi II. Saat proyek itu dilakukan pada 2011-2012, dan Ganjar merupakan Wakil Ketua Komisi II DPR.
Selain Ganjar, Nazaruddin juga pernah menyebut nama lain yang turut terlibat dan menerima aliran dana korupsi proyek KTP-e. Di antaranya mantan Mendagri Gamawan Fauzi dan mantan Ketua DPR Setya Novanto, Anas Urbaningrum, pimpinan Badan Anggaran DPR, yakni Melchias Markus Mekeng, Mirwan Amir dan Olly Dondokambey, serta pimpinan Komisi II DPR antara lain, Arief Wibowo dan Ganjar Pranowo, Chairuman Harahap.
KPK sudah dua tahun lebih menyidik kasus dugaan korupsi pengadaan KTP-e tersebut. Dalam pengadaan proyek bernilai Rp 6 triliun itu, negara diduga mengalami kerugian Rp 2 triliun. KPK pun mengaku terus mendalami aliran dana uang haram tersebut ke sejumlah pihak.
Dalam kasus ini KPK telah menetapkan dua tersangka yakni Mantan Dirjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri Irman dan Sugiharto yang merupakan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek tersebut. Irman diduga melakukan korupsi secara bersama-sama dengan Sugiharto yang pernah menjabat Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Ditjen Dukcapil Kemendagri.
Irman dan Sugiharto dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 subsider Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.