REPUBLIKA.CO.ID, SURAKARTA -- Ayam lokal atau ayam kampung berpotensi besar meningkatkan pendapatan negara di sektor industi peternakan dan unggas. Direktur Utama PT Peternakan Ayam Nusantara (PT PAN), Paulus Setiabudi mengatakan, di Eropa dan Amerika tren konsumsi pangan hasil perternakan tertutama ayam lokal asli Indonesia mengalami peningkatan.
“Sekarang ayam lokal itu trennya mulai naik, karena taste-nya dan otot-otot dagingnya yang makin digemari konsumen. Makan restoran mulai tertarik, perusahan besar mulai mengembangkan. karena harus mengikuti keinginan dan selera konsumen,” tutur Paulus saat mengisi Kuliah Umum di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta pada Rabu (12/10) siang.
Ia melihat hal tersebut menjadi peluang besar bagi Indonesia untuk melakukan industrialisasi ayam lokal. Terlebih dalam persaingan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA). Meski di sisi lain menurutnya ayam ras juga masih potensial sebab produktifitasnya jauh lebih cepat. “Mau tidak mau perusahan-perusahan besar itu pun harus mengikuti keinginan dan selera konsumen,” tuturnya.
Hal senada diungkapkan Ketua Himpunan Peternak Unggas Lokal Indonesia (Himpuli) Ade Zulkarnain. Menurutnya ayam lokal atau native chicken dalam beberapa tahun terakhir tengah menjadi perhatian perusahaan-perusahaan peternakan unggas dunia. Kata dia Industri mulai melihat kejenuhan konsumen. Di mana saat ini konsumen mulai beralih dari ayam seragam ke ayam berwarna atau jenis ayam kampung.
“Di Amerika tidak ada native chicken, maka mereka melakukan rekayasa genetika. Perusahaan unggas Sasso di Prancis, Dominant CZ di Ceko memproduksi color bird karena dianggap menghasilkan kualitas daging lebih baik dari ayam broiler (ayam ras) yang ada selama ini,” tuturnya.
Untuk itu ia mendorong pemerintah agar mulai melakukan Industrialisasi ayam kampung. Terlebih berdasarkan temuan International Livestock Research Institute, sebuah lembaga acuan peternakan dunia, terdapat tiga negara yang menjadi pusat ayam dunia atau memiliki ayam asli, yakni Indonesia, Cina dan India.
Ia mengungkapkan untuk mengembalikan kekayaan sumber daya genetik ayam kampung, HIMPULI terus berupaya menggaungkan usaha beternak ayam kampung pola intensif.
“Sebelum 2010 itu hanya ada satu breeding farm ayam lokal produksinya di atas 50 ribu DOC (ekor anak ayam) per bulan, dari 2011 sampai saat ini mulai bermunculan breeding farm yang produksinya di atas 100 rubu DOC per bulan. Malah sudah ada pembibit yang menghasilkan 200 ribu DOC per bulan. Kebanyakan ada di Jawa Barat,” tuturnya.