Selasa 11 Oct 2016 08:44 WIB

Banjir Lahar Dingin Merapi Masih Bisa Terjadi

Rep: Rizma Riyandi/ Red: Nur Aini
Lahar dingin Gunung Merapi
Foto: Antara
Lahar dingin Gunung Merapi

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Guna mengantisipasi terjadinya banjir lahar di sungai-sungai yang berhulu di Gunung Merapi, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sleman berencana menambah jumlah early warning system (EWS). Setidaknya ada tiga EWS yang akan dipasang di wilayah aliran sungai dalam waktu dekat ini.

"Tindakan ini kami ambil karena sekarang kan sudah musim hujan. Jadi potensi banjir lahar bisa terjadi kapan saja," tutur Plt Kepala Pelaksana BPDB Sleman, Kunto Riyadi, Selasa (11/10). Ia mengemukakan, kerawanan banjir lahar cukup tinggi karena di puncak Merapi ada jutaan meter kubik material yang masih tertahan.

Curah hujan tinggi yang mengguyur endapan di puncak Merapi dapat mendorong material turun ke bawah melalui aliran sungai. Sehingga dapat menyebabkan banjir lahar dengan volume air dan lumpur pasir yang cukup besar. Selain banjir lahar, hujan deras akhir-akhir ini juga berpotensi menyebabkan luapan air sungai.

"Maka itu kondisi di setiap aliran harus terus kita pantau. Agar saat diketahui terjadi terjadi banjir, kita bisa lakukan langkah antisipasi yang tepat," kata Kunto. Hal itu termasuk untuk segera menginformasika kepada masyarakat agar lebih waspada.

Adapun tiga EWS baru akan dipasang di hilir Kali Trasi yang merupakan hulu Kali Boyong, di hulu Kali Kuning yaitu sekitar wilayah Hargobinangun, serta di hulu Kali Krasak di Tunggularum. Menurut Kunto, saat ini sebenarnya sudah ada sembilan unit EWS yang terpasang yakni antara lain tiga unit di Kali Boyong, satu unit di Kali Opak, dan lima unit di Kali Gendol. Dengan tambahan tiga unit EWS baru, BPBD berharap pemantauan terhadap potensi bencana dapat dilakuka lebih optimal. Sebab sungai-sungai yang mengalir di wilayah Kota Yogyakarta dan Bantul berhulu di Sleman, seperti Kali Code yang merupakan anak Kali Boyong.

Meski berdasarkan kajian dari BPPTKG aktivitas Merapi masih terbilang normal, BPBD Sleman menilai bahwa langkah kewaspadaan tetap harus dilakukan. Hal itu terutama seiring dengan potensi banjir lahar karena meningkatnya curah hujan. Misalnya di Kali Gendol, potensi terjadinya lahar hujan terbilang cukup tinggi. Maka itu, untuk menyiapkan regu penyelamat, BPBD Sleman telah menggandeng relawan pemantau sungai yang dapat melakukan pemantauan visual ketika terjadi peningkatan aliran. "Masing-masing relawan diberi fasilitas HT. Sehingga informasi di lapangan nanti langsung disampaikan kepada Pusdalops BPBD Slema," kata Kunto. Dari informasi yang diperoleh, BPBD akan segera mengambil kebijakan untuk penanganan cepat. Di Sleman, saat ini terdapat 49 kelompok relawan dengan jumlah anggota 1.600 orang.

Sementara itu, Kepala Stasiun Geofisika Kelas I Yogyakarta, Tony Agus Wijaya mengatakan, curah hujan tinggi diperkirakan akan menyelimuti Sleman selama Oktober ini. Adapun curah hujan di Sleman bisa mencapai 300-400 milimeter per bulan. Sementara, wilayah yang paling banyak terguyur hujan yaitu Tempel, Sleman, Turi, Pakem, Ngaglik, Mlati, Seyegan, dan Cangkringan. "Hujan sekarang ini tidak lagi terdistribusi secara normal seperti dulu. Cenderung terkumpul di waktu-waktu tertentu saja," kata Tony. Pagi cuaca bisa cerah, tapi siang atau sore hujan lebat bisa terjadi. Adapun curah hujan bisa mencapai 50 mm setiap harinya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement