Kamis 06 Oct 2016 17:40 WIB

Tekan Defisit BPJS, JK Minta Pembagian Pengelolaan Dana BPJS ke Pemda

Rep: Dessy Suciati Saputri/ Red: Esthi Maharani
 Warga mengantre untuk mendaftar kartu BPJS Kesehatan di Kantor BPJS Cabang Jakarta Selatan, Rabu (26/11).   (Republika/ Yasin Habibi)
Warga mengantre untuk mendaftar kartu BPJS Kesehatan di Kantor BPJS Cabang Jakarta Selatan, Rabu (26/11). (Republika/ Yasin Habibi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) meminta adanya pembagian pengelolaan anggaran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) ke pemerintah daerah. Menurut Sekretaris Eksekutif Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) Bambang Widianto, pembagian tanggung jawab pengelolaan dana anggaran BPJS ini diperlukan guna menekan defisit yang selama ini dialami oleh BPJS.

"Membagi tanggung jawab sistem jaminan kesehatan nasional. Selama ini hanya ditanggung oleh di atas. Dengan adanya sistem BPJS memang ada aji mumpung baik dari sisi penerima dan dari sisi rumah sakit, yang pasien tadinya gak perlu ronsen jadi ikut ronsen. Dari sisi pemda juga menimbulkan aji mumpung, biayanya di provinsi dikembalikan ke BPJS. Makanya BPJS defisit," kata Bambang usai mengikuti rapat arahan bersama Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) di kantor Wapres, Jakarta, Kamis (6/10).

Bambang menjelaskan, pembagian tanggung jawab pengelolaan anggaran dana kesehatan BPJS tersebut dapat dilakukan dengan mentransfer anggaran ke pemerintah daerah sesuai dengan kebutuhannya. Jika anggaran kesehatan yang dibutuhkan masih kurang untuk menutupi pembiayaan kesehatan peserta BPJS, maka pemda yang harus bertanggung jawab menutupi kekurangan anggaran tersebut.

Karena itu, JK mengarahkan agar pemerintah daerah juga perlu melakukan promosi preventif kesehatan. Sehingga pemerintah daerah juga memiliki tanggung jawab dan peran dalam menjaga kesehatan masyarakat.

Lebih lanjut, Bambang mengatakan selain mendorong pemerintah daerah melakukan promosi preventif kesehatan masyarakat, juga diperlukan peningkatan fasilitas layanan kesehatan di puskesmas. Selama ini, kata dia, biaya kesehatan di berbagai daerah lebih banyak dikeluarkan untuk membiayai penyakit yang tak menular dan yang dapat dicegah, seperti penyakit darah tinggi, diabetes, jantung, dll.

Selain itu, Bambang juga menyebut, defisit yang dialami BPJS hingga Rp 10 triliun pada 2015 dan Rp 6,7 triliun hingga September 2016 ini disebabkan oleh moral hazard masyarakat. Masyarakat yang menjadi peserta BPJS, kata dia, memanfaatkan fasilitas BPJS kesehatan untuk mendapatkan keuntungan. Bambang mengatakan, tak sedikit masyarakat yang mengalami masalah kesehatan ringan namun mendapatkan rujukan untuk memeriksakan ke rumah sakit. Padahal, di puskesmas sendiri dapat menangani 120 jenis penyakit.

"Moral hazard selalu terjadi di sistem asuransi. Makanya pembagian tanggung jawab itu salah satu (langkahnya)," tambah Bambang.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement