REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengakui belum bisa memenuhi keinginan Komisi II DPR yang meminta agar dana bantuan pemerintah pada partai politik (parpol) ditambah. Alasannya, kondisi perekonomian saat ini belum stabil.
Tjahjo menuturkan masih melakukan konsolidasi terkait bagaimana pengalokasian dana untuk infrastruktur dan kemiskinan. Namun, hasil rapat antara pemerintah dengan DPR menyepakati dana parpol akan ditambah. "Tapi kami belum bisa menjamin kapan akan menaikannya," tutur dia, Selasa (4/10).
Jika kondisi perekonomian negara sudah stabil, dana untuk kesejahteraan dan infrastruktur memadai, maka Tjahjo yakin kenaikan dana parpol tersebut bisa direalisasikan. Saat ini, diakui dia, dana untuk parpol itu kecil, yakni Rp 108 per suara.
"Jika ekonomi kita stabil, infrastruktur dan kesejahteraannya tercukupi, saya yakin (kenaikan dana parpol) bisa dipenuhi," ujar dia.
Hingga kapan penundaan kenaikan dana parpol itu dilakukan, Tjahjo belum bisa memastikan. Namun yang pasti, sampai keadaan ekonomi stabil. Lagi pula, jajaran dewan pun tidak ngotot meminta dana parpol dinaikan di tahun depan.
"Sampai anggaran negara stabil, terpenuhi dari sisi infrastruktur dan kesejahteraan sosialnyanya. Dan yang penting, aturannya dulu," kata dia.
Terkait pengawasan, Kemendagri sudah membahasnya secara detil dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Seluruh lembaga, pada prinsipnya, sepakat untuk menaikan dana parpol, tapi tetap harus disertai pengawasan.
Jika kemudian ditemukan ada kader partai yang korupsi, ujar Tjahjo, pelaku akan dikenakan sanksi. Atau, jika ada kader partai lain yang melakukan politik uang dalam gelaran pilkada atau pileg, maka bakal didiskualifikasi.
"Dan kalau sampai ada pejawat yang menggunakan dana bansos dan hibah, kami minta agar Bawaslu mendiskualifikasi calon itu," tutur dia.