REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Pembinaan Administrasi Badan Peradilan Agama (Badilag) Mahkamah Agung RI, Hasbi Hasan mengatakan pernikahan dini memang rentan memicu keretakan rumah tangga sehingga berpotensi menyebabkan perceraian. "Karena dari sisi kematangan mentalnya itu masih belum terbangun," kata dia kepada Republika.co.id Selasa (4/10).
Hasbi mengatakan, pernikahan dini cenderung dilakukan oleh pasangan yang sebetulnya belum siap dari sisi kematangan mental dan masih labil. Apalagi, menurut dia, tren anak muda saat ini kurang memiliki sikap kemandirian.
"Kalau pun bisa (menjalani pernikahan dini, Red), ya seadanya. Kalau pun itu berjalan terus tapi kan itu jadi membosankan. Dan itu memicu keretakan rumah tangga," tutur dia.
Pernikahan dini diakui Hasbi merupakan salah satu faktor penyebab perceraian di antara faktor-faktor yang lain. Pernikahan dini ini biasanya banyak terjadi di masyarakat pedesaan. Sebab, latar pendidikan masyarakatnya masih tergolong rendah.
"Kalau di pedesaan lulus SMP langsung nikah. Menikahnya itu di bawah usia 20 tahun. Ada juga yang 15 tahun. Kalau di kota rata-rata di atas 20 tahun," kata dia.
Tingkat pendidikan seseorang pun menentukan kapan ia akan menikah. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, lanjut Hasbi, maka waktu pernikahannya dilakukan di usia-usia dewasa seperti di atas 20 tahun atau di atas 25 tahun.
"Minimal setelah sarjana baru nikah. Tapi kalau di pedesaan, lulus SD atau SMP itu langsung menikah," tambah dia.