REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Munculnya pemutaran video porno di area publik membuat masyarakat bertanya-tanya, sudah sejauh mana pemerintah melakukan upaya penangkalan situs porno. Bahkan banyak masyarakat yang meragukan peran Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) dalam menjaring video-video tak layak tonton.
Namun demikian, Ahli Informatika Universitas Islam Indonesia (UII), Yudi Prayudi menuturkan, Kominfo selama ini sudah berusaha maksimal dalam menangkal kemunculan situs dan video porno. “Sebenarnya upaya Kominfo dan penyedia jasa koneksi internet ISP (Internet Service Provider) untuk menangkal akses konten pornografi cukup maksimal,” ujarnya, Ahad (2/10).
Menurutnya, Proyek DNS Nawala yang dikembangkan antara Kominfo dan ISP merupakan sebuah upaya bersama untuk melakukan filtering konten pornografi. Namun di sisi lain, penyedia jasa konten pornografi juga berusaha melakukan upaya untuk menghindari filtering tersebut.
Misalnya dengan menyamarkan alamat dan nama situsnya sedemian rupa. Sehingga tidak memuat keyword yang sensitive dengan filtering pornografi. Selain itu, adanya teknik mirroring juga menjadi salah satu tantangan pemerintah dalam hal melakukan filtering konten pornografi.
“Pasalnya melalui terknik tersebut, setiap orang orang dapat mengakses konten yang sama dari alamat yang berbeda-beda,” kata Yudi. Adapun tindakan yang dapat dilakukan untuk membendung konten porno adalah dengan melibatkan peran aktif dari semua pihak, termasuk masyarakat.
Antara lain dengan memberikan informasi yang valid tentang alamat yang diidentifikasi memuat konten pornografi. Sehingga akan menambah kelengkapan database system untuk dapat meningkatkan efektivitas filtering.
Yudi mengemukakan, kemunculan konten porno pada videotron di Jakarta Selatan dan situs DPRD Sidoarjo dapat disebabkan oleh berbagai hal. Antara lain karena peran operator yang secara tidak sengaja menyambungkan situs porno ke media penampilnya.
“Namun bisa juga terjadi karena ada virus dan aktivitas hacking,” kata Direktur Pusat Studi Forensika Digital UII itu . Ia mengemukakan, hal tersebut dapat dilakukan dengan memanfaatkan frekuensi gelombang untuk melakukan transfer data atau pengambil alihan control alat.
Jadi tidak lagi digunakan koneksi internet namun memanfaatkan celah frekuensi yang ada pada alat elektronik tersebut. Yudi mengatakan, bila ini yang terjadi, berarti memang ada seseorang yang sedang mencoba untuk menerapkan teknik hacking pada videotron yang menjadi target.
“Bisa dipastikan orang tersebut memiliki skill komputer dan elektronika yang sangat baik karena menerapkan teknik hacking yang cukup canggih,” ujar Yudi.