Kamis 29 Sep 2016 18:36 WIB

Puluhan Rumah di Bantaran Bengawan Solo Belum Direlokasi

Rep: Andrian Saputra/ Red: Yudha Manggala P Putra
Some residents cross bamboo bridge that connects two villages in Bojonegoro, East Java. Local government plans to build Bengawan Solo Bridge this year. (illustration)
Foto: Antara/Aguk Sudarmojo
Some residents cross bamboo bridge that connects two villages in Bojonegoro, East Java. Local government plans to build Bengawan Solo Bridge this year. (illustration)

REPUBLIKA.CO.ID, SURAKARTA -- Relokasi bagunan milik warga di sepanjang bantaran sungai Bengawan Solo belum rampung. Puluhan Kepala Keluarga (KK) masih menempati rumah di bantaran sungai Bengawan Solo. Padahal program relokasi sudah dimulai sejak delapan tahun lalu.

Saat ini, masih terdapat sekitar 76 rumah di bantaran sungai Bengawan Solo. Kepala Bidang Pemberdayaan Masyarakat Badan Pemberdayaan Masyarakat Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (Bapermas PPPA dan KB), Sukendar Tri Cahyo mengatakan terdapat sejumlah kendala untuk melanjutkan relokasi tersebut.

Kata dia Pemerintah Kota Surakarta kesulitan lantaran 76 bangunan tersebut masih berstatus hak milik. Sehingga Pemkot harus terlebih dulu menyelesaikan masalah ganti rugi bangunan milik warga. Ia mengungkapkan tiap unit bangunan yang direlokasi Pemkot Surakarta hanya bersedia mengeluarkan biaya ganti rugi sebesar Rp 8,5 juta.

“Kami kesulitan menargetkan kapan relokasi itu selesai, banyak sekali kendalanya. Seperti soal harga besaran ganti rugi bangunan yang belum ketemu antara Pemkot dan warga,” tuturnya di Balai Kota Surakarta pada (29/9) siang.

Ia mengungkapkan biaya ganti rugi yang ditawarkan oleh Pemkot dinilai warga masih terlalu kecil. Sehingga warga pun memutuskan untuk tetap bertahan tinggal di bantaran sungai Bengawan Solo.

“Kalau kita naikan besaran ganti ruginya akan rentan timbul masalah baru, apalagi bagi warga yang sebelumnya sudah bersedia direlokasi dan telah mendapatkan ganti rugi,” kata dia.

Wali Kota Surakarta, F.X. Hadi Rudyatmo mengatakan Pemkot Surakarta masih perlu mengkaji ulang biaya ganti rugi tersebut. Hal itu menurutnya masih terganjal regulasi. Ia menjelaskan biaya ganti rugi sebesar 8,5 juta ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat denan Wali Kota Surakarta pada 2007.

Sebab itu kata dia diperlukan regulasi baru untuk menetapkan besaran ganti rugi bangunan milik warga di bantaran sungai Bengawan Solo. “Untuk ganti rugi bangunan itu dibiayai APBN sedang tanahnya dibiayai APBD, kalau nilai ganti ruginya dinaikan maka harus dicari regulasi baru dulu,” katanya.

Kata dia penentuan nilai ganti rugi memang tidak menggunakan appraisal karena kawasan tersebut dianggap ilegal untuk hunian. Nilai bangunan kata dia ditetapkan bukan berdasarkan kondisi masing-masing bangunan, melainkan hanya dilihat berdasar fungsi bangunan sebagai tempat tinggal.

Sementara persoalan lain yang mengganjal relokasi yakni proses administrasi pembebasan lahan, termasuk turun waris. Berdasar data, Pemkot telah berhasil merelokasi 1.418 warga berstatus tanah negara dan 207 warga berstatus hak milik. Mereka direlokasi ke berbagai lokasi yang telah disediakan Pemkot, salah satunya Mipitan dan Mojosongo.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement