REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua DPR, Fahri Hamzah menilai tidak layak menyebut institusi DPD dapat melakukan korupsi terkait jabatan karena DPD tidak memiliki kewenangan lebih seperti yang dimiliki DPR. Hal ini terkait dengan kasus Irman Gusman yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Maka sangat tidak layak kalau DPD dianggap korupsi atau pidana yang terkait jabatan. Apa kekuatan DPD? Kan tidak ada," kata Fahri dalam Rapat Tim 10 Kasus Irman Gusman, di Ruang Rapat Pimpinan DPD, Jakarta, Kamis (29/9).
Fahri menilai saat ini DPD cenderung posisinya hanya simbolik saja, tidak memiliki kewenangan lebih misalnya fungsi legislasi, anggaran dan pengawasan. Menurut dia, kasus Irman itu menunjukkan diperlukan kehati-hatian dalam bekerja di institusi DPD khususnya untuk memproteksi kelembagaan.
"Saya cenderung DPD diberikan kewenangan lebih seperti DPR jadi warga di daerah memiliki sandaran lain selain utusan dari parpol," ujarnya.
Dia memberikan pendapat bahwa ditangkapnya Irman Gusman oleh KPK dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) sudah keluar dari standar etika. Menurut dia, para pejabat negara dan pimpinan lembaga tinggi negara sering mendapatkan prosedur yang tidak benar karena etika hukum yang dijalankan sudah turun.
"Persoalannya kita sekarang ini karena standar etika hukum kita sudah turun sekali sehingga sebagai pejabat negara dan pimpinan lembaga tinggi tidak mendapatkan prosedur yang benar," katanya.
Fahri mengaku siap diundang kembali oleh Tim 10 untuk membuka secara jelas terkait kasus yang menimpa Irman karena dirinya memiliki data yang bisa diungkap. Menurut dia, DPD memiliki hak istimewa untuk memanggil, bertanya dan menyusun satu konstruksi investigasi yang lebih masif dan menyeluruh.
"DPD harus 'mencium' kasus ini sebagai persoalan. Saya usulkan agar Tim 10 bekerja lebih serius dan mengundang para pakar," ujarnya