Kamis 29 Sep 2016 07:46 WIB

Air Mata Mata Air 2

Rep: Fuji E Permana/ Red: Ilham
Suasana kondisi hulu sungai Cikamiri yang rusak akibat hujan deras di Pasirwangi, Kabupaten Garut. Salah satu pemicu banjir bandang di Kabupaten Garut dikarenakan area hulu sungai Cikamiri rusak terkena longsor sertt alih fungsi lahan konservasi menjadi pe
Foto: Mahmud Muhyidin
Suasana kondisi hulu sungai Cikamiri yang rusak akibat hujan deras di Pasirwangi, Kabupaten Garut. Salah satu pemicu banjir bandang di Kabupaten Garut dikarenakan area hulu sungai Cikamiri rusak terkena longsor sertt alih fungsi lahan konservasi menjadi pe

REPUBLIKA.CO.ID, Jika manusia menjaga alam, maka alam akan menjaga manusia. Hubungan manusia dengan alam sangat penting, karena alam akan bersikap sesuai perlakuan manusia terhadapnya.

Beberapa waktu yang lalu, Sungai Cimanuk meluap, air bahnya menghancurkan segala sesuatu yang menghalangi jalannya. Tujuh hari kemudian, sebanyak 34 orang telah ditemukan dalam keadaan tak bernyawa akibat bencana tersebut. Sebanyak 19 orang dinyatakan masih hilang.

Banyak pihak mengatakan wilayah Daerah Aliran Sungai (DAS) Cimanuk dan wilayah tangkapan air di hulu anak-anak Sungai Cimanuk kritis. Kondisi tersebut dianggap menjadi penyebab bencana. Sementara, hujan deras hanya sebagai pemicu terjadinya banjir bandang saja.

Ketua Forum Komunitas Kader Konservasi Indonesia (FK3I) koordinator wilayah Garut, Mia Kurniawan mengatakan, dampak negatif dari kerusakan hutan sangat mahal. Artinya, nominal kerugiannya tidak bisi dihitung. Apalagi meluapnya Sungai Cimanuk banyak memakan korban jiwa.

"Berapa harga nyawa (korban bencana), artinya sangat mahal kalau berbicara dampak, korban manusia," ujar Mia kepada Republika.co.id.

Mia kembali menuturkan dengan nada suara sedikit lebih rendah. Menurut dia, sangat ironi kalau berbicara kerugian sekian miliar rupiah akibat banjir bandang. "Itu kerugian materi, tapi kehilangan anggota keluarga memangnya bisa diukur dengan materi," ujarnya lirih. (Air Mata Mata Air 1).

Ia menegaskan, pemerintah ini gagal dan lalai menjamin masyarakatnya untuk dapat hidup tenteram serta nyaman. Padahal, berdasarkan Undang-undang, pemerintah mempunyai kewajiban untuk melindungi masyarakatnya.

Wilayah tangkapan air di dataran tinggi sudah tidak berfungsi dengan baik. Daya serapnya menurun drastis akibat tidak adanya tanaman yang dapat menahan air di permukaan tanah. Kondisi tersebut membuat proses erosi semakin cepat.

Selain itu, wilayah Kecamatan Tarogong Kidul dan Garut Kota yang paling terkena dampak banjir lokasinya di bawah pegunungan wilayah tangkapan air. Tingkat kemiringannya cukup curam, sehingga air permukaan dari atas gunung cepat turun ke bawah melalui aliran sungai.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement