Rabu 28 Sep 2016 21:43 WIB

Pakar: Sebaiknya KPK Tahan Pemeriksaan Saksi Nur Alam

Rep: Amri Amirullah/ Red: Ilham
Margarito Kamis
Foto: Republika/ Tahta Aidilla
Margarito Kamis

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam tengah mengajukan praperadilan atas penetapan tersangka kasus dugaan korupsi penyalahgunaan wewenang dalam pemberian izin usaha pertambangan (IUP) kepada PT Anugrah Harisma Barakah oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Pakar Hukum Tata Negara Margarito Kamis mengatakan, ada baiknya KPK menghentikan sementara pemangilan saksi-saksi dalam penyidikan kasus tersebut. "Ya memang dia sedang melakukan praperadilan, ada baiknya memang KPK menahan diri untuk melakukan pemeriksaan saksi-saksi dan lainnya," kata Margarito dalam keterangan tertulis, Rabu (28/9).

Menurut dia, ada baiknya KPK menghormati proses hukum yang tengah diupayakan oleh pihak Nur Alam lewat jalur praperadilan. Oleh sebab itu, sebaiknya pamanggilan dan pemeriksaan saksi-saksi kasus tersebut ada baiknya ditunda sampai proses praperarilan selesai.

"Cukup masuk akal. Kan yang dipraperadilkan itu penetapan tersangka dan lain-lain. Jadi saya berpendapat masuk akal itu pemeriksaan ditahan dulu," ujarnya.

Selain itu, menurutnya, akan sia-sia berkas pemeriksaan saksi-saksi apabila majelis hakim praperadilan memenangkan Nur Alam. "Kalau misalkan praperadilan itu dikabulkan, maka pemeriksaan yang sekarang itu tidak ada faedahnya," kata dia.

Penyidik KPK diketahui masih melakukan pemanggilan terhadap saksi-saksi meski pihak Nur Alam tengah mengupayakan praperadilan. Adapun pemeriksaan saksi itu dari pihak perusahaan yang mendapatkan izin dari Nur Alam.

Nur Alam dijadikan tersangka lantaran mengeluarkan tiga SK kepada PT Anugrah Harisma Barakah (AHB) dari tahun 2008-2014. Di antaranya, SK Persetujuan Pencadangan Wilayah Pertambangan, SK Persetujuan IUP Eksplorasi, dan SK Persetujuan Peningkatan IUP Eksplorasi Menjadi IUP Operasi Produksi. Diduga ada kickback atau imbal jasa yang diterima Nur Alam dalam memberikan tiga SK tersebut.

KPK menjerat Nur Alam dengan Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) junto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement