REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan siap memberikan sanksi terkait dugaan pelanggaran pengelolaan hutan gambut PT Riau Andalan Pulp and Paper di Kecamatan Merbau, Pulau Padang, Kepulauan Meranti, Riau.
Menteri LHK Siti Nurbaya mengatakan hal itu usai rapat dengar pendapat dengan Komisi III DPR RI di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Kamis (22/9).
Menurut Siti Nurbaya, Kementerian LHK bekerja sama dengan Badan Restorasi Gambut (BRG) menerjunkan tim guna menelusuri pelanggaran yang dilakukan PT RAPP. "Dugaan pelanggaran pengelolaan lahan gambut itu sedang dibahas di Komisi III DPR RI," katanya.
Pada kesempatan tersebut, Dirjen Pengelolaan Hutan Produksi Kementerian LHK Ida Bagus Putera Partama mengatakan Kementerian LHK membutuhkan data akurat sebelum memutuskan memberikan sanksi. Tim dari Kementerian LHK dan BRG, kata dia, saat ini masih melakukan penelusuran dugaan pelanggaran yang ada.
"Jika hasil penelusuran tim menemukan banyak pelanggaran, Kementerian LHK siap memberikan izin termasuk sanksi terberat mencabut izin," katanya.
Sementara itu, Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Nasdem, Taufiqul Hadi mengatakan Komisi III DPR RI akan membentuk panitia kerja untuk menelusuri pelanggaran pengelolaan lahan gambut, sehingga sanksi yang akan diberikan tepat.
"Informasi yang saya terima, dari 109 perusahaan pengelolaan hutan di Riau separuhnya tidak memiliki izin. Artinya, perusahaan tersebut tidak membayar pajak kepada negara," katanya.
Menurut Taufiq, jika perusahaan tidak berizin maka layak untuk hentikan operasionalnya, karena merusak lingkungan dan tidak ada kontribusi pada negara. Panja Lingkungan yang akan dibentuk Komisi III, kata dia, akan mendesak Pemerintah untuk segera menghentikan perusahaan yang tidak
berizin tersebut.
Sebelumnya, hasil pertemuan antara Kementerian LHK, RAPP, dan Badan Restorasi Gambut (BRG), di Gedung Manggala Wanabhakti pada 9 September, Pemerintah memutuskan menghentikan sementara pembukaan lahan dan kanal lahan gambut yang dilakukan RAPP. Kementerian LHK dan BRG juga memutuskan akan mengkaji ulang tata kelola dan pembangunan kanal air RAPP yang diduga melanggar peraturan.