REPUBLIKA.CO.ID, TANGERANG SELATAN -- Peliputan jurnalisme udara tidak lagi memakan biaya yang mahal seiring meningkatnya popularitas drone journalism. Tetapi penggunaan drone meninggalkan beberapa pertanyaan.
"Apakah penggunaan drone aman? Apakah penggunaan drone dapat mengakibatkan kecelakaan bagi orang lain? Dengan semakin banyaknya orang yang menggunakan drone, apakah publik masih memerlukan jurnalis profesional?".
Pertanyaan-pertanyaan tersebut mencuat pada sesi Drone Journalism dengan pembicara dari Harian Kompas, Arbain Rambey di Jakarta World Forum For Media Development (JWFMD) pada Rabu (21/9).
Meski popularitas dari penggunaan drone semakin meningkat diantara khalayak biasa, peserta dan pembicara sepakat bahwa peliputan berita harus disampaikan jurnalis profesional untuk memastikan kualitas dari keseluruhan konten berita.
Patrick Leush selaku Managing Director dari Global Media Forum mengatakan tidak semua orang memiliki kemampuan untuk mengemas video dan foto menjadi sebuah berita yang memiliki value. Tidak hanya menekankan pada masa produksi pengambilan video dan konten, jurnalis harus memahami isu terkait keselamatan dan privasi dalam menggunakan drone journalism.
"Jurnalis harus mengikuti regulasi terkait penggunaan drone, terutama yang berfokus pada privasi publik secara luas dan keselamatan publik," kata Rambey.
Dalam hal ini, Arbain Rambey memberikan contoh peristiwa penggunaan drone yang melintas di sebuah villa di Bali akan langsung ditembak jatuh karena dianggap mengganggu privasi. Oleh karena itu, Rambey dan peserta sepakat untuk mengajak universitas untuk memasukan drone journalism sebagai bagian dari kurikulum, terutama dalam mengemas cerita menarik.
Jakarta World Forum for Media Development (JWFMD) adalah event internasional atas kerja sama dari Global Forum for Media Development dan Dewan Pers Indonesia. Event yang diselenggarakan dalam waktu tiga hari dengan ratusan peserta dan praktisi dari 62 negara. Acara ini diharapkan dapat membangun kerja sama antara eksekutif media dan aktivis.