JAKARTA — Pengamat politik UI sekaligus anggota KPU 2002-2007 Chusnul Mar'iyah ternyata punya pengalaman langsung terkait dengan soal penyadapan teleponnya ketika dulu berurusan dengan para penegak hukum dari Komisi Pemberantasan Korupsi.
''Silahkan saja anda muat tulisan itu. Silahkan,'' kata Chusnul Mar'iyah kepada Republika.co.id, Rabu malam (21/9).
Dalam sebuah tulisan di laman Facebook, dosen FISIP UI menceritakan kesannya mengenai ‘pengalaman buruk’ itu. Apalagi pada saat itu beberapa rekannya sesama anggota KPU seperti Nazarudin Syamsudin dan Mulyana W Kusumah kemudian masuk ke dalam penjara karena terkena pidana kasus korupsi di lembaga penyelenggara pemilu itu.
Chusnul yang merupakan pemegang gelar doktor politik dari University of Sydney Australia menceritakan pengalamannya seperti ini:
Masih ingat pada tahun 2005-2007, saya mengkritik KPK karena menghancurkan KPU 2004? pemilu 3 kali biaya: Rp 7,2 Trilyun, bandingkan 2009: 2 kali biaya Rp 21 Trilyun plus Rp 3,8 trilyun proyek DP4; pemilu 2014: 2 kali biaya Rp 21 trilyun plus e-ktp Rp 5,8 trilyun dan Rp 1,6 trilyun.
Saya sendiri dua kali diinterograsi oleh KPK dari jam 9 pagi sampai lebih dari jam 9 malam.
Saat interograsi, penyidik menceriterakan bagaimana penyidik menangkap imam samudra, menangkap Amrozi dkk.
Saya berfikir: memangnya saya teroris? Keringat kami belum kering melaksanakan pilpres langsung yang pertama dalam sejarah republik ini, yakni melaksanakan "the most complex elections system on earth, the biggest election in the world" tanpa setetes darah yg. tercecer, kata laporan Uni Eropa.