REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kuasa hukum seorang guru SMKN 2 Makassar Dasrul, Muhammad Asrun membantah kliennya dilaporkan ke Komisi Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) karena mempidanakan anak didiknya.
"Sudah komunikasi ke Hafiz Abbas (Komisioner Komnas HAM). Kami klarifikasi dan tak laporan ada di Komnas HAM," kata dia Asrun di Jakarta, Ahad (18/9).
Sebelumnya, Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Provinsi Sulawesi Selatan, Wasir Thalib berujar, Dasrul dianiaya orang tua wali murid dan muridnya, MA pada 10 Agustus lalu.
Wasir menjelaskan, kronologis penganiayaan yang menimpa Dasrul, bermula saat guru itu menugaskan anak didiknya untuk menggambar. Namun, salah seorang pelajar berinisial MA tidak menyelesaikan tugasnya.
Kemudian, ia melanjutkan, pekan berikutnya Dasrul meminta muridnya membawa alat gambar, namun lagi-lagi MA mengabaikan tugas itu. Saat itu, Dasrul mendekati MA untuk menanyakan alasan lebih kelas dari pelajar itu.
Berdasarkan keterangan para saksi, MA mencoba meninggalkan kelas. Namun, ia tersandung kursi dan jatuh. Bahkan MA mengucapkan kata-kata kasar pada Dasrul. Kemudian MA melapor pada orang tuanya.
Tidak lama, orang tua MA datang. Kebetulan, Dasrul baru saja keluar dari kelas dan bertemu orang tua MA dan siswa didiknya itu. "Orang tua ketemu labgsung pukul Dasrul, saat itu dia hanya Dasrul diam. Karena Dasrul tak ada perlawanan, anak itu juga memukul," ujar Dasrul.
Baca juga, Penganiayaan Dasrul, Penghinaan Martabat Guru.
Saat itu, Wasir berbicara di hadapan banyak orang untuk menenangkan ratusan siswa tersebut. Saat itu, ia meminta pihak berwajib menghukum pelaku penganiaya Dasrul dengan pasal berlapis. Bahkan, saat itu ia juga mengatakan, permintaan agar MA tidak diterima di sekolah manapun di Makassar.
Pernyataan tersebut membuat Wasir dikecam oleh Komisi Perlindungn Anak Indonesi (KPAI), lembaga swadaya masyarakat Laskar Merah Putih serta organisasi lainnya.
Asrun mengatakan, kliennya berharap proses hukum dapat berlangsung secara adil. Ia meyakini, putusan majelis hakim akan mendidik anak, bukan menghancurkan masa depannya. "Kita membantah, tak ada upaya menghancurkan masa depan anak. Ini demi menegakkan hukum," jelasnya.