Selasa 13 Sep 2016 20:05 WIB

MK Terima Konsekuensi Jika Putuskan Pasal Perzinaan

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Muhammad Hafil
Majelis Hakim mendengarkan keterangan dari perwakilan Koalisi Perempuan Indonesia Dian Kartikasari saat memimpin sidang uji materi pasal perzinahan dalam KUHP di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (8/9). (Republika/Raisan Al Farisi)
Foto: Republika/Raisan Al Farisi
Majelis Hakim mendengarkan keterangan dari perwakilan Koalisi Perempuan Indonesia Dian Kartikasari saat memimpin sidang uji materi pasal perzinahan dalam KUHP di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (8/9). (Republika/Raisan Al Farisi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Pakar Hukum Pidana dari Universitas Islam Indonesia, Prof Mudzakir mengatakan Mahkamah Konstitusi dihadapkan dengan dua konsekuensi terhadap uji materi Pasal 284, 285 dan Pasal 294 KUHP terkait perzinaan, perkosaan dan pencabulan.

Menurut dia, jika MK mengabulkan permohonan pemohon uji materi pasal tersebut, yang artinya memperluas makna perzinaan, perkosaan dan pencabulan maka MK menguatkan Indonesia menganut prinsip negara hukum Indonesia yang berdasarkan pancasila dan berfilsafat Pancasila.

"Sebaliknya, jika ditolak MK mengingkari eksistensi Pancasila sebagai sumber hukum negara, sumber hukum konstitusi negara, dan sebagai dasar sumber hukum peraturan perundangan," kata Mudzakir saat dihubungi, Selasa (13/9).

Mudzakir mengatakan, hal ini karena Pancasila merupakan sumber segala hukum negara berdasakan UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Sedangkan pasal yang ada dalam KUHP khususnya terkait kejahatan seksual, filsafat dibentuknya berbasis hukum Belanda.

Selanjutnya, peraturan tersebut dibawa ke hukum Indonesia, tidak diubah lebih dahulu dengan nilai-nilai yang ada di Indonesia. "Nah ketika kita ini sudah bernegara dan memiliki konstruksi UUD 1945 dan menjadikan Pancasila sumber hukum negara, itu harus diubah kembali sesuai dengan konteks sistem hukum Indonesia," kata Mudzakir.

Karena itu, pasal-pasal tersebut memang tidak sesuai nilai-nilai yang dianut Indonesia sebagai negara ketuhanan yang maha esa, baik di Pancasila maupun di pasal UUD 1945.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement