REPUBLIKA.CO.ID, PURBALINGGA -- Perusahaan pengolahan kayu PT KBM Desa Mewek Kecamatan Kalimanah Purbalingga, sepanjang Sabtu (3/9), terpaksa tidak bisa melakukan aktivitas produksi. Hal ini menyusul aksi mogok yang digelar para pekerjanya.
"Kami terpaksa menggelar aksi mogok karena pihak perusahaan telah melanggar aturan ketenagakerjaan karena telah memberhentikan 92 pekerja kontrak secara sepihak," ujar Ketua Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Purbalingga, Supono Hadi Wasito, Ahad (4/9).
Sebelum dilakukan aksi mogok, para pekerja juga sempat menggelar aksi demo di halaman pabrik, Sabtu (3/9). ''Kami juga menggelar aksi sebagai bentuk solidaritas terhadap rekan kami. Bukan tidak mungkin nasib serupa juga akan dialami pekerja lain," tuturnya.
Dalam kasus tersebut, para pekerja menuntut agar perusahaan mengangkat pekerja kontrak yang telah bekerja selama dua tahun untuk menjadikan karyawan tetap. Hal ini sesuai dengan ketentuan undang-undang mengenai masalah ketenagakerjaan.
"Selama ini, pihak perusahaan telah mengabaikan ketentuan itu. Banyak karyawan yang sudah bekerja lebih dari dua tahun tidak mendapatkan kejelasan status karyawannya. Kalau mereka mempertanyakan masalah ini, malah diberhentikan," katanya.
Hal ini juga dialami oleh 92 karyawan yang kemudian diberhentikan. Meurut Supono, mereka yang diberhentikan kebanyakan merupakan karyawan pabrik yang sudah bekerja lebih dari dua tahun.
Dalam aksi tersebut, para pekerja mengajukan tiga tuntutan. Antara lain, mendesak agar dilakukan perubahan perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) menjadi perjanjian kerja waktu tidak tertentu, meminta perusahaan membayar pesangon para pekerja yang diberhentikan, dan menghapus sistem outsourcing.
Setelah menggelar aksi mogok, pihak manajemen pabrik akhirnya bersedia melakukan perundingan dengan perwakilan pekerja. Dengan disaksikan perwakilan dari Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Dinsosnakertrans) Purbalingga, akhirnya perusahaan mengabulkan tiga permintaan yang diminta serikat pekerja.
"Perundingannya sempat berlangsung alot, karena pihak perusahaan hanya mau mengangkat pekerjanya menjadi karyawan tetap jika sudah lima tahun pengabdian. Tapi kami tetap menuntut dua tahun, karena aturan perundang-undangannya demikian," ujar Supono.
Setelah seluruh tuntutan dipenuhi, para pekerja yang menggelar aksi akhirnya membubarkan diri dengan tertib. "Untuk sementara, para pekerja akan memantau implementasi dari perjanjian yang disepakati manajemen. Namun bila kelak tidak dilaksanakan, maka para pekerja akan kembali menggelar aksi." katanya.
Dia juga menyatakan sebenarnya masih banyak perusahaan di Purbalingga yang memberlakukan pekerjanya tidak sesuai dengan aturan ketenagakerjaan. Ia mencontohkan, aturan ketenagakerjaan yang dilanggar berupa telat membayar hak pekerja yang terjadi di Purbalingga. Namun karyawannya tidak berani menuntut, karena khawatir diberhentikan.
Untuk itu, ia mengimbau kepada pengusaha di Purbalingga untuk mengikuti aturan ketenagakerjaan yang berlaku. Selama ini, Purbalingga dikenal memiliki kawasan industri yang berkembang, bahkan pabrik bulu mata dan rambut palsu di wilayah tersebut menjadi yang terbesar di Indonesia dan nomor dua di dunia setelah Cina.