REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendesa PDTT) menjajaki kerjasama dengan Norwegia untuk membangun desa nelayan. Norwegia dipandang mempunyai teknologi dan kemampuan lebih di bidang perikanan (aquaculture estate).
“Penjajakan kerjasama Kemendesa PDTT dengan Norwegia merupakan tindaklanjut pertemuan Presiden Jokowi dengan Menteri Luar Negeri Norwegia Berge Brende akhir Mei lalu,” ujar Menteri Desa PDTT Eko Putro Sandjojo usai menerima Duta Besar Norwegia Stig Traavik, di Kantor Kemendesa PDTT, Jakarta, Jumat (2/9).
Eko menjelaskan dalam pertemuan awal antara Presiden Jokowi dan Menlu Berge Brende disepakati Indonesia dan Norwegia akan bekerjasama lebih dalam dalam bidang lingkungan hidup, energi terbarukan, kehutanan, dan perikanan. Kemendesa PDTT, lanjutnya akan menindaklanjuti kesepakatan tersebut untuk disesuaikan dengan program kerja pembangunan desa.
“Kami menjajaki dari keempat bidang kerjasama yang disepakati dua negara, mana yang bisa kita adopsi untuk disesuaikan dengan program unggulan Kemendesa PDTT,” ujarnya.
Dia mengatakan salah satu hal menarik yang bisa ditindaklanjuti adalah pengalaman Norwegia dalam membangun budaya perikanan (aquaculture estate) mereka. Pengalaman ini bisa diadopsi untuk membangun desa-desa nelayan di Indonesia.
“Kemampuan Norwegia baik dalam perikanan tangkap, termasuk teknologi tepat guna mereka saat mencari ikan di laut akan sangat membantu desa-desa nelayan kita, utamanya yang berada di Pulau Terluar,” ujar Eko.
Selain kerjasama di bidang pengembangan desa nelayan, kata Eko Kemendesa PDTT juga tertarik kemampuan Norwegia dalam mengelola hutan mereka secara berkelanjutan. Pengetahuan dan kemampuan mereka layak untuk diadopsi untuk mengembangan hutan desa. Selama ini hutan desa kerap dikelola serampangan yang ujung-ujungnya hanya merugikan masyarakat desa sekitar hutan itu sendiri.
“Dengan memahami cara Norwegia dalam mengelola hutan mereka, kami berharap hutan desa bisa dikelola secara berkelanjutan dan memberikan kontribusi positif bagi masyarakat di sekitar hutan,” katanya.
Sementara untuk teknologi tepat guna dalam mengelola sumur minyak yang dimiliki Norwegia, Eko tertarik untuk menerapkannya di desa-desa penghasil minyak gas tradisional seperti di Desa Wonocolo, Kabupaten Bojonegoro. Dengan teknologi tersebut diharapkan sumur-sumur minyak tradisional bisa dikelola secara berkelanjutan dan ramah lingkungan.
“Penjajakan kerjasama ini nantinya akan dikaji dan ditindaklanjuti dengan kesepakatan teknis di unit-unit kerja Kemendesa PDTT,” ujarnya.