Rabu 31 Aug 2016 02:03 WIB

Bawaslu Sebut Pilgub DKI 2017 Berpotensi Konflik, Ini Sebabnya

Rep: Mas Alamil Huda/ Red: Nur Aini
 Poster kampanye Pemilu tentang politik uang dipasang di sekitar kantor Bawaslu, Jakarta.
Foto: Antara/Fanny Octavianus
Poster kampanye Pemilu tentang politik uang dipasang di sekitar kantor Bawaslu, Jakarta.

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) merilis Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) yang menempatkan DKI Jakarta sebagai daerah berpotensi konflik dalam pilkada 2017. Salah satu indikator bernilai merah dan berakibat memunculkan potensi itu adalah buruknya kualitas daftar pemilih tetap (DPT).

Komisioner Bawaslu Daniel Zuchron mengatakan, kualitas DPT merupakan salah satu indikator bernilai 5 atau tertinggi dalam skala penilaian IKP yang dikeluarkan Bawaslu. Hal itu menyumbang besar dalam kalkulasi penilaian secara umum terhadap pilkada DKI yang masuk dalam kategori ‘kerawanan sedang’. “(Kalitas buruk DPT) itu salah satunya,” kata Zuchron kepada Republika.co.id, Selasa (30/8).

Tiga kategori kerawanan yang diklasifikasikan dalam penelitian ini adalah kerawanan rendah (0-1,99), kerawanan sedang (2,00-2,99) dan kategori kerawanan tinggi (3,00-5,00). Dalam penelitian ini, Bawaslu memasukkan tiga aspek, 10 variabel dan 31 indikator. Kualitas DPT adalah bagian dari aspek penyelenggaran dengan variabel profesionalitas penyelenggara. Dalam aspek penyelenggaraan, tiga variabel yang dimasukkan yakni integritas penyelenggara, profesionalitas penyelenggara, dan kekerasan terhadap penyelenggara.

Menurut Zuchron, dalam aspek penyelenggaraan, DKI Jakarta masuk dalam kategori tingkat kerawanan rendah meski salah satu indikatornya bernilai merah. Dua indikator lain yang tergolong tinggi dalam dimensi penyelenggaraan adalah netralitas penyelenggara dan intimidasi terhadap penyelenggara, masing-masing bernilai 3. Sementara tujuh indikator lain dalam kategori rendah.

Kendati demikian, kata Zuchron, DKI Jakarta masuk dalam kategori kerawanan tinggi dalam aspek kontestasi. Ibu Kota berada di peringkat tiga setelah Provinsi Banten dan Aceh. Masuknya DKI dalam kategori kerawanan sedang, merupakan nilai umum setelah dirata-rata dari tiga aspek tersebut. “Tapi di aspek kontestasi ini kerawanan Jakarta masuk dalam kategori tinggi,” ujar dia.

Dari empat variabel yang ada di aspek ini, tiga di antaranya menunjukkan nilai merah untuk DKI yakni pencalonan (3,50), kampanye (4,33), kontestan (3,00). Sementara variabel kekerabatan politik calon relatif rendah. “Tapi kalau ini tidak diantisipasi, bisa saja terjadi hal-hal yang tidak diinginkan,” katanya.

Zuchron mengatakan, dari empat variabel tersebut, ada tiga indikator yang mendapat nilai 5 atau potensi kerawanannya berada di titik maksimal. Ketiganya adalah identifikasi petahana yang mencalonkan diri, substansi materi kampanye, dan pelaporan praktik politik uang.

Sementara enam indikator lain bernilai 3 atau masih dalam kategori tinggi. Enam indikator itu yakni dukungan ganda calon independen, dukungan ganda oleh partai politik, identifikasi sengketa pencalonan, penggunaan fasilitas negara, kepengurusan ganda partai politik, dan konflik antarpeserta (kandidat, timses, pendukung).

“Terkait proses kampanye kita masukkan indikator pernah terjadi muatan-muatan SARA, variabel kampanye sangat tinggi, empat lebih angkanya. Jadi semua pemangku pihak harus mengantisipasi,” ujar dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement