REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Berdasarkan laporan Bloomberg News, Uber dikatakan merugi setidaknya 1,27 miliar dolar AS dalam setengah tahun pertama pada 2016. Uber menolak berkomentar terkait hal tersebut, namun Kepala Keuangan Uber, Gautam Gupta memberikan keterangan akhir pekan lalu.
Uber mengatakan telah mengalami kerugian sebanyak 520 juta dolar AS pada kuartar pertama 2016, dan 750 juta dolar pada kuarter kedua. Menurut sumber terpercaya, Uber mengalami kerugian terbesar pada kuarter kedua tahun ini disebabkan adanya subsidi di Cina. Namun hal tersebut tidak secara terus mempengaruhi pemasukan Uber sepenuhnya.
Seperti diketahui, pada pertengah tahun ini, Uber menjual operasionalnya kepada rivalnya di Cina, Didi Chuxing. Uber menerima saham 18 persen dari Didi pada persetujuannya.
Uber hadir di Cina pada 2013 dan melakukan ekspansi ke 60 kota di sana. Meskipun saat itu Uber menjadi pasar nomor satu, namun hal tersebut harus dibayar mahal. Pada Frebruari, CEO Travis Kalanick mengatakan, Uber kehilangan 1 miliar dolar AS di Cina.
“Uber dan Didi berinvestasi miliaran dolar di Cina, dan kedua perusahaan belum mendapatkan untung apa-apa,” seperti keterangan tertulis Kalanick terkait penjualan operasionalnya ke Didi Chungxing.
Tidak hanya di Cina, Uber juga kehilangan pasarnya sebesar 100 juta dolar AS di Amerika, setelah harus bersaing dengan perusahaan terbesar Amerika Serikat, Lyft, yang menggunakan penawaran promosi yang menjanjikan kepada para penggunanya untuk menggunakan jasanya.