Sabtu 27 Aug 2016 16:24 WIB

Materi Bahaya Rokok Bisa Diterapkan di Sekolah

Rep: Dian Erika Nugraheny/ Red: Andi Nur Aminah
Siswa SMPN 104 Jakarta menurunkan iklan rokok beberapa waktu lalu
Foto: rilis
Siswa SMPN 104 Jakarta menurunkan iklan rokok beberapa waktu lalu

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Center for Indonesia's Strategist Development Initiatives (CISDI), Diah Saminarsih, menyarankan materi bahaya rokok di sekolah dapat diterapkan melalui program edukasi teman sebaya (peer education program). Kegiatan ekstrakulikuler pun dapat dijadikan sarana penyampaian informasi bahaya rokok.

"Kami mendukung pemberian informasi mengenai bahaya rokok di sekolah. Namun, tentu harus dikaji benar bagaimana penerapannya nanti mengingat beban kurikulum saat ini yang sudah tinggi," ujar Diah kepada wartawan di Jakarta, Sabtu (27/8).

Menurut dia, kebijakan konkret mengenai penerapan materi bahaya rokok harus dipikirkan pemerintah. Adapun pihaknya menyarankan agar beberapa kegiatan seperti ekstrakulikuler dapat dijadikan medium penyampaian materi.

Selain itu, Diah berpendapat jika penyampaian informasi melalui teman sebaya efektif jika dilakukan di lingkungan sekolah. Sebab, bentuk penyampaian seperti itu dapat dilakukan di kelas, saat ekstrakulikuler, ketika bergaul maupun kegiatan-kegiatan kecil lainnya.

"Sebelumnya kami sudah menjalankan program seperti itu dalam kegiatan tim pencerah Nusantara. Hasilnya positif. Anak-anak muda memang membutuhkan informasi lengkap mengenai bahaya rokok," lanjut Diah.

Dia juga menekankan, bahaya rokok dapat menghambat tujuan pembangunan Indonesia secara jangka panjang. Sebab, hingga saat ini potensi kenaikan jumlah perokok pemula masih sangat tinggi.

Diah lantas mengutip data kenaikan jumlah perokok pemula yang dihimpun oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) selama 2010 - 2015. Berdasarkan data tersebut, persentase perokok pemula selama lima tahun meningkat lima kali lipat.

Sebelumnya, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Muhadjir Effendy, mengatakan materi bahaya rokok mungkin akan dimasukkan dalam pendidikan karakter di sekolah. Menurutnya, pendidikan karakter tidak akan dituangkan secara eksplisit dalam bentuk mata pelajaran (mapel).

"Kalau secara eksplisit dalam bentuk mapel, tidak mungkin. Sebab, seolah-olah nanti semua permasalahan harus masuk kurikulum. Misalnya, mau ada soal antikorupsi, teror lalu kini bahaya rokok," ujar Muhadjir, Kamis (25/8) lalu.

Sementara itu, berdasarkan pendataan dari Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI), jumlah perokok aktif di Indonesia saat ini mencapai 70 juta orang. Jumlah itu terdiri dari perokok dewasa (65 juta orang) dan perokok muda (5,3 juta orang).

IAKMI juga mencatat kenaikan jumlah perokok pada 2001 hingga 2010. Berdasarkan data itu, jumlah perokok muda dari usia 10 tahun hingga 14 tahun terus bertambah. Pada 2001, jumlah perokok usia 10 tahun hingga 14 tahun tercatat sebanyak 1,9 juta orang. Pada 2010, jumlahnya meningkat hingga mencapai 3,9 juta orang.

(Baca Juga: 'Usia Perokok Pemula Semakin Muda')

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement