Jumat 26 Aug 2016 09:07 WIB

Penjaga Kebun dan Pilkada Jakarta

Red: M Akbar
Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini (kiri) dan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok (kanan).
Foto:

Saya terhenyak membaca berita Detik tersebut. Mudah-mudahan berita itu tidak benar. Bagaimana mungkin meminta Risma yang baru saja bersumpah jabatan di bawah Kitab Suci untuk memimpin Surabaya. Lalu, apakah Jakarta tidak ada laki-laki hingga kondisi saat ini urgen untuk menarik Risma. Apa bedanya dengan Jokowi, yang dua kali khianati sumpah jabatannya. Apakah darurat, dipimpin wanita?

Lantas, publik juga digegerkan nama Sandiaga Uno di daftar Panama Papers. Kompas, Rabu 6 April 2016 menulis judul berita: Sandiaga Uno Benarkan Perusahaannya Ada di Panama Papers. Namun, dalam Tempo edisi 23 April 2016, Sandi membantah memiliki perusahaan di Panama Papers.

Bolehlah semua beralibi. Namun, ketika di luar negeri orang yang terdaftar di Panama Papers, mengundurkan diri. Bahkan ada yang diburu dan dibui. Di sini, malah dibela dengan UU Tax Amnesty, bahkan mengajukan diri jadi kepala daerah. Ini banyolan apa?

Mudah-mudahan, masyarakat DKI dan khususnya ulama bisa lebih jeli memilih figur kandidat. Jangan tersilap polesan media dan survei. Apalagi jika track recordnya tidak wangi. MPJ adalah salah satu rujukan warga DKI. Masa depan Jakarta, ada di tangan ulama. Sampai kapan umat ditipu? Tak malukah kita dengan amanah dari penjaga kebun?

Masyarakat juga jangan tersilap media dan survei yang seolah-olah Ahok tiada tanding. Padahal, hanya kemunduran yang diperoleh DKI sejak kepemimpinannya. Bahkan, kita dilenakan aneka kegaduhan hingga dilupakan pada kasus yang diduga melibatkan Ahok atas kasus Sumber Waras dan Reklamasi. Belum lagi dugaan kasus-kasusnya di Babel. Sampai kapan kita tertipu?

Melihat sengkarut sosial republik yang makin menyayat hati, betapa berat tugas ulama saat ini. Masa depan Jakarta dan bangsa ini dipikul para ulama. Seperti masa pra kemerdekaan dulu. Mari doakan agar ulama di Indonesia senantiasa diberi kesehatan dan kebersihan jiwa. Terus berjuang dengan keihklasan dan mampu melepaskan diri dari keduniawian, apalagi hanya kepentingan politik praktis. Naudzu billah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement