Kamis 25 Aug 2016 20:06 WIB

Warga Mangga Besar Tetap Lawan Penggusuran

Rep: Ahmad Islamy Jamil/ Red: Achmad Syalaby
Spanduk penolakan terpasang di kawasan jalan Mangga Besar, Taman Sari, Jakarta Barat, Rabu (24/8).
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Spanduk penolakan terpasang di kawasan jalan Mangga Besar, Taman Sari, Jakarta Barat, Rabu (24/8).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Rencana penggusuran terhadap area permukiman warga di RT 07 dan 09 RW 02 Kelurahan Mangga Besar, Kecamatan Tamansari, Jakarta Barat, masih menyisakan polemik. Warga setempat tetap bersikeras mengklaim lahan yang mereka tempati sebagai tanah milik mereka.

"Kami sudah tidak percaya sama Wali Kota (Jakarta Barat), karena tidak berpihak kepada rakyat," ujar salah satu warga RT 07/02 Mangga Besar, David (59 tahun), kepada Republika.co.id, Kamis (25/8).

Ia menuding Wali Kota Jakarta Barat Anas Effendi lebih berpihak kepada pengembang dalam menangani kasus ini. Hal itu ditunjukkan dengan dikeluarkannya SP3 (surat peringatan ketiga) penggusuran oleh Anas pada 18 Agustus lalu. Padahal, lahan yang hendak digusur oleh aparat Pemkot Jakarta bukan berstatus tanah negara, melainkan area permukiman yang sudah dihuni warga selama 80 tahun lebih.

Kendati isu penggusuran tersebut membuat masyarakat yang tinggal di RT 07 dan 09 resah, David mengaku sedikit lega dengan adanya pembelaan dari Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. "Untungnya Pak Ahok bela kami. Ini membuat kami sedikit tenang," ujarnya.

Ketua RT 07/02 Mangga Besar, Effendi Hidayat alias Akai (58) menuturkan, kasus sengketa lahan di kawasan tersebut bermula pada pertengahan 2015 lalu. Ketika itu, Balai Lelang Harmoni Kelas 2 Swasta mengadakan kegiatan lelang atas sebagian tanah di RW 02 Mangga Besar yang kemudian dimenangkan oleh seorang pengusaha pengembang keturunan India. Sayangnya, kata dia, proses lelang tersebut dilakukan tanpa melibatkan warga setempat.

"Tanpa ada dialog dengan warga, tiba-tiba saja Pak Wali Kota (Anas) memberikan SP3 penggusuran kepada kami pada 18 Agustus lalu. Dia mengusir kami, seakan-akan tanah yang sudah kami tempat sejak turun-temurun ini bukan milik kami, melainkan pengembang," ucap Akai.

Lurah Mangga Besar, A Zainuddin, menyebut kasus sengketa lahan di Mangga Besar sebagai konflik antara warga dan pihak swasta (pengembang). "Jadi kasusnya berbeda dengan penertiban kawasan yang dilakukan Pemda selama ini dimana sengketa tanahnya terjadi antara warga dengan pemerintah," tuturnya.

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement