Rabu 24 Aug 2016 21:26 WIB

Bahaya Rokok Dinilai Perlu Masuk Kurikulum Pendidikan

Rep: Dian Erika Nugraheny/ Red: Yudha Manggala P Putra
Ilustrasi.
Foto: AP/Shizuo Kambayashi
Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koordinator Center for Indonesia's Strategic Developmen Initiatives (CISDI) Anindita Sitepu mengatakan, bahaya rokok perlu dimasukkan dalam kurikulum pendidikan. Para guru pun diharapkan mampu memberikan penjelasan komprehensif mengenai bahaya rokok.

"Jika disebut angka pertumbuhan perokok pemula Indonesia paling tinggi di dunia, maka hal ini mestinya segera direspons pemerintah. Sasar tempat di anak dan remaja menghabiskan sebagian waktu mereka, yakni institusi pendidikan. Bentuknya informasi bahaya merokok yang dimasukkan dalam kurikulum sekolah," ujar Anindita kepada Republika.co.id di Jakarta, Rabu (24/8).

Bentuk informasi yang diberikan, lanjut dia, sebaiknya tidak hanya dipaparkan sebagai mata pelajaran penunjang. Informasi tersebut disarankan masuk ke dalam materi pelajaran. "Karena itu, para guru harus punya kemampuan dalam penyampaian informasi bahaya rokok secara jelas dan utuh," tegas Anindita.

Menurutnya materi tentang bahaya rokok bisa dikenalkan sejak jenjang pendidikan dasar hingga menengah. Untuk tingkat pendidikan sekolah dasar, materi dapat disampaikan secara lebih ringan. Selanjutnya, penjelasan secara terperinci diharapkan dapat masuk di jenjang pendidikan menengah pertama hingga menengah atas.

Sebelumnya, berdasarkan data Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indinonesia (IAKMI),  jumlah perokok muda dari usia 10 tahun - 14 tahun terus bertambah. Pada 2001, jumlah perokok usia 10 tahun - 14 tahun sebanyak 1,9 juta orang. Pada 2010, jumlahnya meningkat hingga mencapai 3,9 juta orang.

Lebih lanjut Anindita memaparkan, berdasarkan pengalaman Tim Pencerah Nusantara (salah satu bagian kegiatan CISDI) di beberapa daerah Indonesia, anak muda sangat antusias mendapat informasi mengenai bahaya rokok. Tim Pencerah Nusantara sendiri sudah empat kali memberangkatkan wakil-wakilnya ke puluhan daerah terpencil di Indonesia.

Di satu kecamatan, ada satu tenaga penyuluh yang memberikan informasi kepada kaum muda. Penyuluh memberikan materi dan pelatihan.

"Anak-anak muda itu tidak hanya diberi tahu seperti apa bahaya rokok itu. Mereka juga dilatih untuk menyampaikan informasi kepada kawan-kawan sebayanya. Itu membuktikan bahwa informasi soal rokok memang perlu dan nyatanya bisa diterima anak muda," tutur Anindita.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement