REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan Gubernur Sulawesi Tenggara, Nur Alam sebagai tersangka kasus dugaan korupsi penerbitan surat keputusan (SK) terkait izin usaha pertambangan (IUP) kepada PT Anugrah Harisma Barakah (ABH) di Kabupaten Buton dan Kabupaten Bombana, Sultra pada Selasa (23/8) kemarin.
KPK juga mengatakan tidak menutup kemungkinan menjerat Nur Alam sebagai tersangka dalam Tindak Pidana Pencucian (TPPU). Hal ini didasarkan data yang dimiliki KPK dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
"Sedang dikaji apakah ada kemungkinan tindak pidana pencucian uang tapi tergantung bukti-bukti yang didapat, (jika) ada dua alat bukti yang cukup maka ditingkatkan jadi tersangka," kata Wakil Ketua KPK, Laode Muhammad Syarif di KPK, Jakarta, Selasa (23/8) sore.
Menurutnya, terkait hal tersebut tim KPK saat ini tengah mempelajari bukti-bukti yang telah didapatkan. Selain itu, Syarif juga mengatakan kasus dugaan korupsi Nur Alam ini berhubungan juga dengan kasus Nur Alam yang ditangani Kejaksaaan Agung beberapa waktu lalu.
"Ada benang merah dengan kasus yang diperiksa Kejagung dan KPK, koordinasi dengan Kejagung," kata dia.
Adapun pada 2015 lalu, Kejaksaan Agung menyelidiki dugaan pencucian uang Nur Alam berdasarkan Laporan Hasil Analisa (LHA) dari PPATK. Berdasarkan hasil temuan PPATK terdapat transaksi mencurigakan sebesar 4,5 juta Dollar AS di rekening milik Nur Alam.
Uang tersebut diduga berasal dari pengusaha tambang asal Taiwan bernama Mr Chen. Uang sebesar itu ditransfer dalam empat tahap dalam bentuk polis asuransi melalui bank di Hong Kong.
"Itu sebagian yang kami dapatkan, akan dipelajari ada yang sudah jadi mobil atau yang lain akan dijelaskan dalam perkembangan kasusnya," ungkap Syarif.