Selasa 23 Aug 2016 17:47 WIB

'Materi Gugatan Bisa Jadi Bumerang Bagi Ahok'

Rep: Intan Pratiwi/ Red: Bayu Hermawan
Pakar hukum Margarito Kamis.
Foto: Antara
Pakar hukum Margarito Kamis.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Hukum Tata Negara, Margarito Kamis menilai Gubernur DKI, Basuki Tjahja Purnama memang memiliki legalstanding dalam mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi. Namun, meski begitu, materi gugatan yang ia ajukan bisa menjadi bumerang tersendiri bagi Ahok.

Margarito menilai hal ini terjadi, bermula dari anjuran salah satu hakim panel yang meminta Ahok kembali menegaskan statusnya sebagai penggugat. Apakah dirinya sebagai pejabat negara atau sebagai warga negara biasa. Margarito menilai, memang belum jelas dalam gugatan, terkait posisi Ahok sebagai penggugat.

Disisi lain, Margarito melihat, Ahok harus bisa menjelaskan posisinya sebagai Petahana secara jelas dalam gugatannya. Hal ini disebabkan alasan gugatan yang ia ajukan terkait klausul cuti untuk maju di Pilkada 2019 mendatang. Ahok memakai alasan, bahwa ketika cuti diberlakukan, maka dirinya tidak bisa mengurusi APBD.

"Kalau hampir bisa dipastikan dia punya legalstanding untuk itu. Cuman kemarin itu kan belum jelas sebagai gubernur atau warga. Hakim makanya meminta itu prosedur acara di MK. Tetapi, hal yang pokok adalah ahok harus bisa menjelaskan apa kerugian hak konstitusional anda yang dirugikan? Itu dasarnya. Dengan disuruh merubah lagi soal itu yang belum terpenuhi," ujar Margarito saat dihubungi Republika, Selasa (23/8).

Margarito mengatakan, gugatan yang dilayangkan Ahok kemudian bisa menjadi boomerang saat dirinya menjelaskan bahwa posisinya sebagai Petahana. Sebab, batu uji yang ia pakai, yaitu pasal 28 UUD 1945 berlaku secara general dan sama rata.

"Dia akan maju sebagai petahana, apakah nama petahana itu disandang orang lain? Enggak kan? Ambil sandiaga. Dia warga biasa, rakyat biasa. Dan ahok warga yang punya status incumbent. Karena itulah pasal 28 jadi bumerang buat dia. Nah makanya di dalam pasal 28 kan jaminan hukum bagi semua warga negara berhak mendapat perlakuan yang sama, dia gak bisa dianggap sama dengan pesaingnya. Karena dia petahana," ujar Margarito.

Namun, jika Ahok mengajukan gugatan sebagai warga negara biasa. Maka, apa yang menjadi alasan ia mengajukan gugatan tersebut karena hendak mengurusi APBD juga menjadi gugur. Margarito mempertanyakan, bagaimana mungkin warga biasa mengurusi APBD.

Berkaca dari hal tersebut, jika memang Ahok hendak menolak Cuti melalui Judicial Review, maka Ahok perlu memperjelas duduk perkara hukum gugatannya. Ia juga perlu memperjelas, seperti apa materi dan landasan apa yang ia pakai untuk mematahkan Pasal 70 UU Pilkada terkait cuti bagi petahana tersebut.

Sebelumnya, Salah satu hakim konstitusi panel Aswanto mempertanyakan apa bentuk kerugian konstitusional pemohon, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dalam kewajiban cuti bagi petahana yang maju kembali dalam pilkada serentak.

"Kita belum tangkap uraian bahwa dikabulkannya pemohon ini kerugian konstitusional tidak akan terjadi itu juga harus tercermin dalam permohonan. Juga harus menguraikan secara jelas kalau ingin dirubah pemohon tidak akan lagi mengalami kerugian. Sehingga perlu dielaborasi kembali," kata Aswanto di ruang sidang MK, Senin (22/8).

Aswanto menuturkan bahwa, yang diminta itu penafsiran apakah boleh atau tidak menggunakan hak yang diberikan Undang-undang untuk tidak wajib kampanye. Tetapi, jika dilihat ada perbedaan norma yang tertuang dalam pasal 70 ayat 2, Undang-undang nomor 10 tahun 2016.

"Sehingga sebenarmya yang terkandung dalam norma itu ditakutkan, nanti kalau seorang petahana melakukan kampanye dan tidak cuti bisa gunakan fasilitas negara. Pemohon bukan itu kan, tapi justru yang saya tangkap adalah tidak usah kampanye karena merugikan rakyat," tuturnya.

Oleh karena itu, majelis panel menegaskan kepada Ahok, bahwa jika mengajukan materi perkara di MK harus ada persyaratan yang terpenuhi dalam permohonan. Sehingga dalam perdana ini masih ada koreksi dan yang harus diperbaiki dalam sidang kedepannya.

Menanggapi gugatan Ahok, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo enggan berpendapat panjang. Namun, ia mengatakan sebagai Menteri Dalam Negeri ia berharap dengan adanya gugatan Ahok tidak menggangu kinerja KPU. Ia menilai, Ahok sendiri memiliki hak untuk mengajukan keberatan ke MK. Tjahjo menghormati hal tersebut.

Namun, ia meminta agar KPU tidak terganggu dalam menyusun beberapa peraturan di KPU. Ia menilai, jika nantinya MK sendiri memiliki keputusan atas gugatan Ahok, maka hal tersebut bisa disesuaikan oleh KPU selanjutnya.

"Untuk tidak menunggu atau terganggu dengan hasil putusan MK nantinya kapan, kan kita tidak tahu, bisa sehari, sebulan. Soal nanti ada putusan MK, bagaimana batas waktu dan sebagainya, tentunya KPU bisa menyesuaikan. Pada prinsipnya pemerintah dan KPU tetap melaksanakan setiap tahapan pilkada sebagaimana tercantum dalam UU," ujar Tjahjo, Senin (22/8).

Dapat mengunjungi Baitullah merupakan sebuah kebahagiaan bagi setiap Umat Muslim. Dalam satu tahun terakhir, berapa kali Sobat Republika melaksanakan Umroh?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement