Selasa 23 Aug 2016 01:03 WIB

BPPT Minta Pemerintah Prioritaskan Penambahan Pesawat Hujan Buatan

Rep: Dian Erika Nugraheny/ Red: Esthi Maharani
Hujan Buatan
Foto: BPPT
Hujan Buatan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Laboratorium Modifikasi Cuaca Nasional Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Tri Handoko Seto, mengatakan pemerintah sebaiknya memberikan prioritas terhadap rencana penambahan pesawat untuk kelangsungan program hujan buatan. Menurutnya, persiapan program hujan buatan secara jangka panjang harus dipikirkan untuk mengantisipasi dampak tahunan kebakaran hutan dan lahan (karhutla).

"Berkaca kepada program hujan buatan dan potensi karhutla tahun ini, semestinya pemerintah segera memikirkan penambahan pesawat dan sarana pendukung lain," jelas Tri kepada Republika di Jakarta, Senin (22/8).

Saat ini, program hujan buatan masih diakomodasi dengan pesawat dan helikopter yang dipinjam dari beberapa instansi, salah satunya TNI. Kurangnya jumlah pesawat menjadi kendala utama pelaksanaan hujan buatan.

Status peralatan yang masih meminjam itu menyebabkan proses hujan buatan harus menyesuaikan dengan kegiatan pemilik alat. Tri mencontohkan, hujan buatan sempat dihentikan pada 17 Agustus karena pesawat Casa 212 milik TNI digunakan untuk kegiatan militer.

"Padahal, penyemakan garam untuk hujan buatan harus tepat. Artinya, menyesuaikan kondisi awan cumulus. Jika penyemaian tidak tepat, hujan buatan pun tidak akan terjadi secara maksimal," tutur Tri.

Kondisi yang dimaksud adalah terkumpulnya gumpalan-gumpalan awan cumulus dalam jumlah banyak di suatu lokasi. Karena itu, kesiapan pesawat dalam jumlah mencukupi sangat dibutuhkan agar prediksi penyemaian awan tidak meleset.

Tri juga memaparkan, tidak menutup kemungkinan potensi karhutla di tahun 2017 dan selanjutnya akan jauh lebih besar. Faktor perubahan iklim saat ini membuat potensi karhutla di Indonesia sukar diprediksi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement