Senin 22 Aug 2016 15:20 WIB

Diduga Berstatus WN Timor Leste, Seorang PNS Kota Bekasi Dipecat

Rep: Kabul Astuti/ Red: Bilal Ramadhan
Ilustrasi Pegawai Negeri Sipil (PNS)
Foto: Antara/ Jojon
Ilustrasi Pegawai Negeri Sipil (PNS)

REPUBLIKA.CO.ID, BEKASI -- Usai terungkapnya kasus dwi kewarganegaraan mantan Menteri ESDM Archandra Tahar, isu ini ramai dibicarakan. Kasus dwi kewarganegaraan rupanya juga membuat salah satu PNS di lingkungan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Bekasi, Jawa Barat diberhentikan dengan cara tidak hormat dari jabatan.

Joaninha de Jesus Carvalho dicopot dari jabatan pegawai negeri sipil lantaran berstatus warga negara Timor Leste. Menurut Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Bekasi, Alexander Zulkarnain, Joaninha yang akrab disapa Nina memilih kewarganegaraan Timor Leste dalam jajak pendapat 2002.

Ini berkaitan dengan disintegrasi Timor Leste (dulu Timor Timur) dari Negara Kesatuan Republik Indonesia, beberapa tahun pasca reformasi. Konsekuensinya, sejak 2002 sampai dengan 2016, Nina menjadi PNS di Kota Bekasi dengan status warga negara Timor Leste. Namun, status itu tidak diketahui selama bertahun-tahun.

Ia tetap bekerja di lingkungan dinas sebagaimana biasa. Status kewarganegaraan Nina baru diketahui setelah adanya laporan dari petugas PT Dana Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri (PT TASPEN) pada 2014.

"Tahun 2014 itu diketahui, ada data yang menunjukkan bahwa Nina sudah membuat semacam pernyataan bahwa pasca jajak pendapat 2002, dia lebih memilih warga negara Timor Leste dan hak-hak dia sebagai pegawai negeri sipil itu diambil, termasuk tabungan asuransi pensiunnya," kata Alexander Zulkarnain, kepada Republika, Senin (22/8).

Usai mendapati laporan dari PT Taspen, dilakukanlah pengecekan terhadap status kewarganegaraan Nina. Ia pun diketahui sudah tidak lagi terdaftar sebagai pegawai negeri sipil dalam data Badan Kepegawaian Negara (BKN). Pemkot Bekasi kemudian mulai melakukan proses pemberhentian dari jabatan pegawai negeri sipil.

"Dari situ kemudian, tentu melalui proses panjang, diteliti, dan diyakini betul dia sudah mengundurkan diri sebagai PNS tahun 2002," kata Alexander melanjutkan. Nina mendapat Surat Keputusan (SK) pemberhentian secara tidak hormat dari Wali Kota Bekasi, Rahmat Effendi, pada 10 Juni 2016.

Kendati demikian, lain lagi cerita yang dituturkan Nina. PNS yang sudah mengabdi selama 14 tahun untuk Kota Bekasi tidak terima dengan pemecatan tidak hormat atas dirinya. Nina mengaku mulai menjadi PNS pada 1985 ketika wilayah Timor Timur masih menjadi bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pada 2002, ia dipindahkan oleh BKN untuk bertugas di Pemkot Bekasi dengan golongan 3A. Tahun 2003, 2007, dan 2011, secara berturut-turut dia naik menjadi golongan 3B, 3C, dan 3D.

Pada 2008, saat ada perubahan Nomer Induk Pegawai (NIP) menjadi 18 digit, Nina pun turut mendapatkan perubahan NIP baru oleh BKN. Namun, sejak tahun 2015, dirinya sudah tidak bisa lagi mengajukan kenaikan gaji dan golongan kepegawaian kepada BKD Kota Bekasi.

Saat ada Pendataan Ulang (PU) PNS yang dilakukan pada tahun 2015, lagi-lagi data kepegawaiannya sudah lenyap dari database BKN. "Saya dipecat sejak tanggal 10 Juni 2016. Tapi saya baru menerima SK dan surat pemecatan pada tanggal 15 Juni 2016. Saya dipanggil oleh Sekdis dan salah satu kabid yang memberikan saya surat pemecatan. Selama lima hari itu saya pun masih masuk kerja," tutur Nina.

Hingga surat pemecatan itu keluar, Nina menyatakan tidak tahu pasti kesalahan apa yang telah dia perbuat. Ia hanya mendapat tudingan bahwa dirinya bukan warga negara Indonesia dan tidak berhak menjadi seorang PNS. Nina mengaku tidak pernah menerima surat pemanggilan ataupun teguran dari Pemerintah Kota Bekasi terkait tudingan tersebut.

Nina menuturkan, dia sudah pernah melakukan klarifikasi terkait status kepegawaiannya ke Badan Kepegawaian Negara (BKN), namun data dirinya tidak muncul dalam database. Ia juga sudah tidak bisa mengurus hak kenaikan gaji dan golongan kepegawaian di Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Kota Bekasi sejak tahun 2015.

"Padahal saya tidak pernah membuat surat pernyataan seperti itu dan saya belum pernah melakukan pengklaiman uang di PT Taspen," bantah Nina.

Meski tidak mendapatkan pembelaan dari siapapun, Nina menyatakan tetap ingin memperjuangkan status kepegawaiannya. Ia menilai janggal bila benar dirinya sudah melepas status kewarganegaraan pada 2002, namun masih bisa mendapat kenaikan golongan sampai pemecatannya pada 2016.

Rentang waktu pemecatan yang begitu lama juga menimbulkan tanda tanya. Ia berencana untuk meminta bantuan hukum dalam kasus ini. "Apa yang ditudingkan kepada saya terkait status kewarganegaraan saya yang dianggap bukan warga negara Indonesia itu tidak benar," kata Nina.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement