Jumat 19 Aug 2016 06:06 WIB

Belu, Bawang Merah, dan Inflasi

Red: M.Iqbal
Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Eko Putro Sandjojo saat panen perdana bawang merah di Kecamatan Kakuluk Mesak, Kabupaten Belu, NTT, Selasa (16/8).
Foto: Kemendesa PDTT
Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Eko Putro Sandjojo saat panen perdana bawang merah di Kecamatan Kakuluk Mesak, Kabupaten Belu, NTT, Selasa (16/8).

REPUBLIKA.CO.ID,Kabupaten Belu merupakan merupakan salah satu dari 122 kabupaten daerah tertinggal yang ditetapkan melalui Peraturan Presiden Nomor 131 Tahun 2015 tentang Penetapan Daerah Tertinggal Tahun 2015-2019. Tidak hanya itu, Mota’ain yang berada di Atambua, Kabupaten Belu, adalah titik akhir perbatasan antara Republik Indonesia dan Republik Demokratik Timor Leste.

Sebagaimana kabupaten tertinggal lainnya, Kabupaten Belu memiliki kekhasan tersendiri. Menyusuri desa demi desa di kabupaten tersebut pada Selasa (16/8), sejauh mata memandang kegersangan meraja.

Sesuatu yang wajar mengingat curah hujan di Kabupaten Belu teramat minim. Ditambah lagi fenomena El Nino belakangan.

Meskipun demikian, masyarakat kabupaten berpenduduk 230 ribu jiwa ini tak kehilangan asa. Mereka berusaha untuk bertahan hidup dan memberdayakan ekonomi dengan berbagai cara.

Semisal bercocok tanam tanaman umbi-umbian, hortikultura, hingga beternak sapi. Namun, semua itu, tentu membutuhkan air, unsur terpenting dalam kehidupan umat manusia.

Faktanya, air yang ada tidak mumpuni. Aspek ini membuat bercocok tanam begitu sulit.

Namun, berkat ikhtiar semua komponen masyarakat, sebuah asa diwujudkan. Bertempat di Desa Fatuketi Kecamatan Kakuluk Mesak, terdapat satu hektare lahan pertanaman bawang merah membentang.

Jenis bawang yang ditanam adalah tuk-tuk. Bibitnya didatangkan dari dataran Jawa.

Sejak ditanam April 2016, panen pun hari ini. Bupati Belu Willybrodus Lay menjelaskan, terdapat 12,8 hektare lahan bawang merah di seluruh Belu.

Lahan-lahan tersebut dikelola oleh 12 kelompok petani. Demi menopang kebutuhan air, Willy mengerahkan alat berat untuk melakukan penggalian ada sejumlah titik demi mendapatkan air.

“Air yang ada kami berhasil kembangkan bawang merah ini,” katanya. Setelah panen, Willy mengakui ada permasalahan yang berpotensi timbul.

Sebab, tengkulak dari pasar biasanya membeli dengan harga rendah sehingga merugikan petani. Oleh karena itu, Willy telah menjalin kerja sama dengan Perum Bulog hingga Pemerintah Timor Leste terkait pembelian bawang merah hasil kerja keras petani setempat.

Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Eko Putro Sandjojo menekankan pentingnya setiap desa mempunyai produk unggulan. Sebab, banyak potensi yang bisa membuat sebuah daerah unggul.

Berdasarkan pantauan, Eko menyebut masih banyak desa yang belum memiliki produk unggulan. “Kalau itu tidak ada, maka tidak ada skala ekonomi. Padahal itu penting,” ujarnya.

Terkait pertanaman bawang merah di Kakuluk Mesak, Eko mengapresiasi usaha bersama semua pihak. Namun demikian, pascapanen harus dijadikan prioritas.

Apalagi, bawang merah, sebagaimana komoditas pangan lainnya, tidak tahan lama dan cepat busuk. “Pemasaran bisa melibatkan berbagai pihak. Tidak terkecuali Timor Leste yang masih saudara kita,” kata Eko.

Kendalikan inflasi

Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Nusa Tenggara Timur Naek Tigor Sinaga kepada Republika menjelaskan, BI NTT telah melakukan inventarisasi produk-produk yang berkontribusi terhadap inflasi. Secara agregat diperoleh fakta bahwa NTT masih kekurangan bawang merah.

Oleh karena itu, untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, NTT mendatangkan bawang merah Nusa Tenggara Barat (NTB), Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan. “Nah sehingga kami dari BI dalam upaya pengendalian inflasi untuk menyinergikan sisi-sisi produksinya. Sehingga kita ingin mengangkat bahwa kita bisa berswasembada. Dan bila perlu dari sentra-sentra ini kita distribusikan ke daerah-daerah NTT,” ujar Tigor menjelaskan.

Pendampingan BI, lanjut Tigor, hadir dalam bentuk percontohan hingga pengenalan teknologi. Penguatan kelompok tani dilakukan supaya mereka mendapatkan akses pemasaran maupun akses pembiayaan dari perbankan.

“Respons petani ternyata baik,” kata Tigor. Lebih lanjut, Tigor berharap program ini bisa dijalankan di seluruh NTT agar kebermanfaatannya dapat terasa lebih luas.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement