REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Partai Solidaritas Indonesia (PSI) mendorong pemerintah untuk mengakui status dwikewarganegaraan. Ketua DPP PSI Isyana Bagoes Oka menegaskan, sudah seharusnya UU UU 12 tahun 2006 tentang Kewarganegaraan yang masih tidak mengakui dwikewarganegaraa direvisi.
"Sudah semestinya kita melakukan revisi terhadap UU No 12 tahun 2006 tentang Kewarganegaraan yang masih tidak mengakui dwikewarganegaraan," ujar Isyana dalam siaran persnya, Selasa (16/8).
Menurut dia, terlepas dari kasus dugaan pelanggaran UU Kewarganegaraan yang dilakukan Arcanda Tahar (AT), isu UU Kewarganegaraan perlu dicermati. Ia menilai, UU Kewarganegaraan meletakkan posisi anak hasil kawin campur seperti Gloria dan WNI seperti AT serta jutaan diaspora lainnya dalam posisi yang terpojok.
Isyana mengungkapkan, jutaan dispora Indonesia di banyak negara menghadapi pilihan yang sulit. Mereka, kata dia, memiliki karier dan kehidupan yang baik di negara-negara di mana mereka hidup sekarang, mereka juga memiliki cinta pada Indonesia sebagai Ibu Pertiwi. "Namun karena UU Kewarnegaraan sekarang, mereka terpaksa menanggalkan status WNI bila mengajukan status warga negara setempat. Mereka "dipaksa" keluar dari WNI," cetusnya.
PSI mencontohkan, dampak UU Kewarganegaraan yang menimpa penyanyi Anggun C Sasmi. Menurut Isyana, demi meniti karier sebagai penyanyi internasional dari Prancis, Anggun dan mengajukan kewarganegaraan Prancis. "Yang sebenarnya hanya untuk memperlancar karier di sana, namun dia terpaksa menanggalkan status WNI karena tuntutan UU Kewarganegaran sekarang," tegasnya.
Isyana mengingatkan, pengakuan terhadap dwikewarganergaan merupakan janji politik Presiden Joko Widodo saat bertemu masyarakat dan diaspora Indonesia di Wisma Tilden Washington DC, Amerika Serikat, pada 26 Oktober 2015. Jokowi telah berjanji mendorong Pemerintah dan DPR untuk segera mengesahkan RUU Dwi-Kewarganegaraan yang saat ini sudah masuk Prolegnas DPR.
PSI menyatakan, pengakuan terhadap dwikewarganegaraan juga terbukti meningkatkan Gross national product (GNP). Studi yang dilakukan oleh tim TFIK (Taskforce Imigrasi dan Kewarganegaraan) menunjukkan bahwa sejak diberlakukannya dwikewarganegaraan oleh negara-negara berkembang seperti Pakistan, Sri Lanka, Bangladesh, India dan Filipina meningkat GNP-nya.
Selain itu, lanjut Isyana, pengakuan terhadap dwikewarganegaraan melindungi 'aset' bangsa yang berupa tokoh-tokoh potensial yang diincar oleh negara lain. Salah satu contoh, menurut Isyana, Ahmed Zewail peraih Nobel 1999 warga negara Mesir yang kemudian memiliki kewarganegaraan kedua: Amerika Serikat. Saat ia, tutur dia, meraih Nobel tetap diakui sebagai kewarganegaraan Mesir dan menjadi kebanggaan bangsa Mesir, meski juga punya kewarganegaraan AS. Setelah dia meninggal satu pekan lalu: 7 Agustus 2016, dia minta dikebumikan di Mesir.
"PSI mendesak DPR untuk segera merevisi UU Kewarganegaraan dengan mengakomodir aspirasi pengesahan hak dwikewarganegaraan," tegas Isyana