Selasa 16 Aug 2016 04:15 WIB
Merdeka di Era Digital

Biaya Data Internet di Indonesia Mahal, Salah Siapa?

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Nur Aini
Merdeka di era digital, ilustrasi
Foto:

Implikasi dari konsolidasi tersebut yakni struktur pasarnya menjadi oligopoli, karena industri telekomunikasi bersifat high-tech, capital intensive, dan high cost sehingga tidak semua orang bisa berinvestasi. Dengan demikian, penguasaan pasar terjadi secara alamiah. Syarkawi tidak mempermasalahkan, apabila ke depan hanya tiga perusahaan telekomunikasi yang eksis di Indonesia. Sebab, dalam undang-undang tidak ada larangan mengenai monopoli atau oligopoli.  Hal yang dilarang dalam undang-undang adalah apabila memanfaatkan posisi monopoli tersebut untuk menetapkan harga atau ada kesepakatan harga.

Syarkawi mencontohkan, di dalam dunia penerbangan ada dua industri pesawat terbang yang berkuasa yakni Airbus dan Boeing. Kedua perusahaan ini tidak bisa melakukan tindakan persaingan usaha tidak sehat atau kartel karena diawasi dengan ketat. Pada akhirnya, Airbus dan Boeing justru berkompetisi untuk memberikan produk yang berkualitas dengan harga terjangkau. Implikasi dari persaingan ini yakni banyak operator penerbangan yang berkembang di seluruh dunia.

“Di industri telekomunikasi juga bisa seperti itu, nggak apa-apa pemainnya tiga tapi terus menerus diawasi. Ini akan mendorong mereka untuk berkompetisi dan memberikan harga yang terjangkau kepada konsumen,” kata Syarkawi.

Syarkawi mengatakan, konsolidasi menjadi sesuatu yang sangat penting untuk dilakukan apalagi industri telekomunikasi sangat sensitif terhadap perubahan teknologi. Selain itu, pemerintah juga perlu memperkuat BUMN di bidang telekomunikasi seperti Telkom. Penguatan tersebut dilakukan dari sisi sumber daya manusia, manajemen, dan efisiensi agar tidak membuat tindakan yang bersifat anti persaingan.

Selain itu, untuk memperkuat struktur industri telekomunikasi, KPPU juga mendorong agar ada sharing penggunaan frekuensi antaroperator. Syarkawi mencontohkan, ada operator yang memiliki frekuensi besar namun penggunaannya kecil sehingga banyak frekuensi yang idle. Frekuensi yang idle tersebut lebih baik disewakan kepada operator lain yang membutuhkan, sehingga konsumen dapat menikmati komunikasi data yang mumpuni.

Syarkawi mencontohkan, ada salah satu perusahaan yang dominan dan memiliki jaringan cukup besar sampai ke berbagai daerah namun harganya mahal. Menurut Syarkawi, semestinya semakin besar skala jangkauan jaringannya maka biaya yang dibebankan ke konsumen semakin murah. Namun yang terjadi adalah konsumen dibebankan biaya mahal karena frekuensi yang dimiliki oleh perusahaan ini tidak dimanfaatkan secara maksimal. Akibatnya banyak frekuensi yang idle. Syarkawi menambahkan, biaya untuk menanggung frekuensi yang idle ini dibebankan kepada konsumen.

Oleh karena itu, KPPU mendorong agar ada sharing frekuensi antar operator untuk memberikan efisiensi biaya kepada perusahaan yang bersangkutan, dan konsumen dapat menikmati layanan data yang bagus. Apalagi, Indonesia terkenal sebagai negara dengan tingkat penetrasi penggunaan internetnya terlambat dibandingkan Vietnam.  Apabila ini tidak segera diperbaiki, maka Indonesia akan kalah dalam hal investasi dan daya saing.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement