Selasa 16 Aug 2016 04:15 WIB
Merdeka di Era Digital

Biaya Data Internet di Indonesia Mahal, Salah Siapa?

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Nur Aini
Merdeka di era digital, ilustrasi
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Merdeka di era digital, ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA – Dalam ekonomi digital, struktur industri telekomunikasi di Indonesia dipandang masih perlu diperbaiki agar dapat menyediakan jasa yang mumpuni kepada konsumen. Perbaikan struktur industri telekomunikasi ini juga dapat mendukung daya saing Indonesia dalam menyongsong ekonomi digital.

Ketua KPPU Syarkawi Rauf mengatakan, pada dasarnya masing-masing operator dalam industri telekomunikasi dibagi menjadi tiga jenis yaitu jasa komunikasi voice, sms, dan data. Sebelumnya, KPPU pernah menangani perkara terkait dengan kartel antar-operator telekomunikasi yang menetapkan tarif interkoneksi sms. Berdasarkan hasil penyelidikan, ditemukan adanya perjanjian antar operator yang menyebutkan bahwa satu kali sms dibebankan biaya antara Rp 250-Rp 350. Padahal, sebenarnya biaya yang dikenakan hanya Rp 50. Untuk kasus ini, KPPU sudah mengenakan denda terhadap enam operator sebesar Rp 78 miliar dan perkara tersebut sudah dimenangkan di Mahkamah Agung.

Sementara itu, terkait dengan data sebenarnya tidak ada interkoneksi antara satu operator dengan operator lain karena koneksi data dihubungkan langsung antara satelit dengan konsumen sehingga biayanya bervariasi. Sebelumnya permintaan dan penggunaan data masih kecil sehingga harganya murah dan tidak menyedot frekuensi terlalu banyak. Namun, seiring dengan perkembangan teknologi, permintaan penggunaan data semakin tinggi dan pemakaian frekuensinya semakin besar.

Dengan meningkatnya permintaan dan frekuensi, maka operator telekomunikasi mulai menaikkan harga.  “Tapi strategi ini kan nggak tepat karena merugikan konsumen, yang harus dilakukan adalah switch dari teknologi lama ke teknologi baru. Misalnya, perubahan dari 3G ke 4G bahkan dengan inovasi teknologi yang semakin canggih tidak menutup kemungkinan ke depan akan ada 5G, 6G, atau 7G,” ujar Syarkawi.

Menurut Syarkawi, tidak semua operator mampu untuk berinvestasi kemudian beralih ke teknologi telekomunikasi yang terbaru, karena keterbatasan biaya, kemampuan penguasaan teknologi, dan sumber daya manusia. Bahkan operator yang paling besar sekalipun di Indonesia seperti Telkomsel tidak semua wilayah jangkauannya sudah beralih ke teknologi 4G. Syarkawi mengatakan, salah satu cara agar industri telekomunikasi mempunyai kemampuan untuk mengadopsi dan beralih ke teknologi baru yakni dengan melakukan konsolidasi berupa merger atau akuisisi.

Di Indonesia tercatat ada sekitar tujuh operator telekomunikasi. Menurut Syarkawi, dari tujuh operator ini bisa saja berkonsolidasi sehingga kemungkinan ke depan hanya ada tiga operator yang eksis namun memiliki ukuran besar sehingga permodalannya kuat, serta memiliki kemampuan sumber daya manusia yang bagus. Dengan demikian, pada akhirnya akan mudah untuk mengadopsi perkembangan teknologi.

KPPU menilai, hal itu harus didorong ke depan supaya konsumen tidak membayar ongkos telekomunikasi yang mahal. Sekarang konsumen dirugikan dengan membayar biaya data yang mahal, karena operatornya tidak sanggup untuk mengubah teknologi.

“Ini isu yang penting ke depan, mungkin dalam jangka pendek bisa saja KPPU akan mendorong supaya pemerintah menetapkan batas atas tarif data sehingga operator tidak seenaknya menentukan besaran tarif data,” ujar Syarkawi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement