REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bangsa Indonesia tengah menghadapi ancaman besar yaitu radikalisme dan terorisme. Ironisnya, saat ini bangsa Indonesia, terutama generasi muda, makin lutur dalam mengamalkan falsafah hidup bangsa yaitu Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika. Padahal seharusnya Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika itu bisa menjadi senjata dalam menangkal radikalisme dan terorisme.
“Harus diakui kebangsaan dan kebersamaan bangsa Indonesia tengah luntur. Itu harus ditumbuhkan dengan memperkuat lagi Nilai luhur Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika. Itu harus dan gak bisa tidak. Saat ini, penerapan nilai-nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika itu seakan berada alam mimpi kita. Kalau itu tidak segera dilakukan, saya khawatir radikalisme dan terorisme akan makin mengoyak perdamaian di Indonesia,” ujar Mantan Anggota DPR RI dari Fraksi PKB Lily Chodidjah Wahid di Jakarta, dalam siaran persnya, Selasa (9/8).
Adik kandung Gus Dur ini menegaskan, keruntuhan nilai-nilai Pancasila itu terjadi sejak amandemen UUD 45. Karena itu bangsa Indonesia harus kembali ke landasan awal yaitu falsafah Pancasila. Ini harus dibangkitkan lagi, terutama di kalangan generasi muda. Ia khawatir bisa falsafah bangsa itu tetap diabaikan, Indonesia ke depan akan semakin kehilangan jatidirinya.
Sejauh ini, ia melihat pemerintah masih adem ayem menyikapi masalah ini. Namun ini mengingat ancaman radikalisme dan terorisme, paling tidak penerepan kembali nilai Pancasila sudah dilakukan di tingkat keluarga.
“Paling tidak kita memberikan perlindungan kepada anggota keluarga kita dengan menanamkan Pancasila serta agama Islam yang benar yaitu islam rahmatan lil alamin. Kalau falsafah dan pemahaman agama baik, pasti bangsa kita tidak mudah dimasuki paham radikalisme dan terorisme,” imbuh Lily Wahid.
Lily Wahid yang selama ini dikenal vokal ini menilai, sudah banyak program kebangsaan yang dilakukan pemerintah melalui BNPT. Tapi itu belum menyentuh seluruh segmen masyarakat yang ada. Karena itu sosialisasi nilai-nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika itu lebih difokuskan lagi ke kelompok masyarakat yang berpotensi mudah dipengaruhi untuk menjadi teroris. Apalagi kondisi perekenomian bangsa sedang tidak bagus, yang notabene bisa menjadi pemicu orang untuk menerima tawaran menjadi teroris dengan dalih ekonomi.
Sementara itu, Dosen Pasca Sarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Ampel Surabaya, DR. Muhibbin Zuhri mengungkapkan bela negara atau kecintaan kepada Tanah Air adalah inheren dalam Islam. Mencintai negeri dan mencintai bangsa sendiri adaah bagian dari keimanan dan itu bisa didapat dengan kembali memperkuat nilai luhur Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika.
“Jadi pandangan keagamaan soal kebangsaan mereka yaitu mencintai negeri, mencintai bangsa itu merupakan bagian dari keimanan. Di tengah konteks nasionalisme yang akhir-akhir ini makin luntur seiring globalisasi, perlu ditegaskan kembali agar tidak hilang,” kata Muhibbin.
Dia tidak memungkiri bahwa belakangan ini muncul paham-paham keagamaan yang berbeda dengan komitmen ulama Indonesia di awal kemerdekaan. Paham itu sangat puritan dan ingin mengotak-kotakkan atau memisah antara agama dan negara.
“Seolah-olah bahwa urusan negara itu bukan urusan agama. Mereka malah berkata bahwa Indonesia itu masih perlu disyahadatkan, perlu diislamkan karena dianggap kafir atau negeri thogut. Juga pemimpin-pemimpinnya. Sehingga menurut mereka masih diperlukan perjuangan mendirikan negara islam dan khilafah islamiyah di Indonesia,” ungkapnya.