Senin 08 Aug 2016 10:01 WIB

Dua Hari Didirikan, Posko Darurat Kontras Terima 17 Laporan Soal Aparat

Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras) Haris Azhar memberikan keterangan kepada wartawan di Kantor Kontras, Jakarta, Rabu (3/7).
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras) Haris Azhar memberikan keterangan kepada wartawan di Kantor Kontras, Jakarta, Rabu (3/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA —  Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) membentuk Posko Darurat Bongkar Aparat. Posko ini bertujuan agar membuat kinerja aparat di berbagai daerah dalam menangani kasus, seperti perkara narkoba, bisa lebih profesional.

Siaran pers Kontras yang diterima di Jakarta, Senin (8/8), menyebutkan bahwa pihaknya masih menginginkan aparat penegak hukum dan keamanan Indonesia menjadi aparat profesional, tunduk pada hukum, dan mau menjalankan koreksi dengan melibatkan ruang partisipasi publik seluas-luasnya.

Rilis itu mengungkapkan per 5 Agustus 2016 atau 2 hari sejak Posko Darurat Bongkar Aparat didirikan, Kontras telah mendapatkan 17 berkas laporan dari individu-individu yang ingin menggugat praktik buruk perlakuan aparat. Utamanya kepolisian atas penanganan hukum pada kasus narkotika.

Tim Posko Darurat Bongkar Aparat sekali lagi menegaskan bahwa adalah mutlak untuk melindungi identitas dari setiap pelapor. Kerahasiaan identitas menjadi salah satu prinsip kerja dari Posko Darurat ini agar semua pelaporan tetap berjalan sesuai dengan prinsip-prinsip HAM dan imparsialitas dari seluruh organisasi dalam menerima berkas laporan.

Karakteristik pengaduan dapat dilihat dari beberapa variabel, yakni kronologi peristiwa, tahun peristiwa, wilayah terjadi peristiwa, institusi terkait, jenis tindakan, dan kelengkapan bukti. Dari ke-17 laporan di atas, Kontras menemukan setidaknya empat wilayah utama yang dominan dilaporkan, yakni DKI Jakarta, Jawa Barat, Jambi, dan Sumatera Utara.

Saat ini, tim Posko Darurat masih menerima berkas-berkas pengaduan dari masyarakat yang diproses oleh tim data dan analis dan Kontras mengucapkan terima kasih atas kepercayaan publik tersebut. Segala hasil, termasuk di dalamnya analisis berkas, catatan variabel akan digunakan untuk memberikan rekomendasi konstruktif kepada lembaga-lembaga penegak hukum dan keamanan terkait.

Sebelumnya, Koordinator Kontras Haris Azhar menyatakan tidak pernah berniat mencemarkan nama institusi negara, khususnya BNN, Polri, dan TNI, melalui tulisan yang menyebar luas berjudul "Cerita Busuk Seorang Bandit", hasil wawancara dengan terpidana mati kasus narkoba Freddy Budiman.

"Cerita itu adalah upaya kami untuk memberikan informasi awal," ujar Haris dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (5/8).

Sebelum dipublikasikan melalui media sosial, tulisan tersebut sejatinya sudah dilaporkan langsung kepada Presiden RI Joko Widodo melalui Juru Bicara Johan Budi. Akan tetapi, pemberitahuan Kontras tersebut tidak mendapat tanggapan yang memadai dari Istana.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement