REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Masalah ketertinggalan pembangunan di wilayah Papua bergulir menjadi isu internasional berbarengan dengan semakin gencarnya ekspose media mengenai isu pelanggaran HAM. Meski berbagai kebijakan sudah dilakukan pemerintah pusat, akar permasalahan ketertinggalan Papua seolah belum tersentuh dan semakin memunculkan rasa frustrasi di sebagian besar masyarakat Papua.
“Sudah banyak orang yang bicarakan Papua. Diskusi tentang Papua ada di mana-mana, tapi masalah Papua tidak pernah terselesaikan,” ujar Gubernur Papua, Lukas Enembe, dalam Focussed Group Discussion (FGD) yang diselenggarakan oleh Gugus Tugas Papua UGM, Rabu (3/8).
Di antara sekian banyak permasalahan yang mengemuka, setidaknya terdapat tiga pertanyaan besar yang harus dikaji. Antara lain mengenai ketertinggalan pembangunan, bagaimana strategi pemerintah nasional dalam mengakselerasi pembangunan, serta perlu atau tidaknya kelembagaan baru tingkat nasional yang secara khusus bertugas mengelola permasalahan otonomi Papua.
Selama ini perhatian pemerintah dianggap belum mencukupi kebutuhan masyarakat Papua. Karena semangat dan kebijakan Presiden untuk mengakselerasi pembangunan Papua belum diikuti dengan dukungan kebijakan yang kuat secara sektoral dari para pembantu Presiden di masing-masing Kementerian. Fokus perhatian pada pembangunan infrastruktur pun dianggap tidak menyelesaikan kebutuhan riil masyarakat Papua. Padahal saat ini Papua mengalami ketertinggalan dari berbagai sektor, meliputi pendidikan, kesehatan, perekonomian, sosial dan budaya.
“Kemiskinan di Papua masih tinggi karena keterbelakangan dan keterisolasian masih banyak. Masih banyak kematian karena penyakit, kelaparan, dan kekerasan terjadi setiap saat,” ujar Lukas.
Tidak hanya itu, masih ada pula tuntutan masyarakat yang harus dipenuhi terkait penyelesaian masalah HAM, kebutuhan akan rasa aman, penghargaan terhadap hak-hak dasar politik, dan pengakuan terhadap identitas kepapuaan. Menurut Lucas, persoalan-persoalan ini adalah isu serius yang dapat berkontribusi terhadap munculnya akumulasi kekecewaan masyarakat atas ketidakhadiran negara.